Daerah Migas Jangan Terjangkit Mental Pesta

Image title
Oleh
30 Mei 2016, 19:17
No image
Donang Wahyu|KATADATA

Selain itu, anggaran pelatihan guru dinaikkan. Lalu, anak-anak yang mau sekolah diploma dibangunkan akademi. Setelah bangunannya jadi akan diserahkan ke (pemerintah) pusat. Jadi, bukan kami yang meminta kepada pemerintah pusat. Kami bangun dulu, baru kemudian diserahkan ke pemerintah pusat. Kan efeknya di Bojonegoro. Kami membangun pusat pembangunan guru bersama alumni Institut Teknologi Bandung (ITB).

Yang tidak kalah menarik adalah, setelah lulus mereka tidak langsung bekerja. Harus mengikuti pelatihan yang diperlukan terlebih dahulu. Untuk itu, kami menggandeng pengusaha agar membuka usahanya di Bojonegoro yang biaya pelatihannya dari pemerintah kabupaten. Jadi tidak ada training for training, tapi training for job. (Ekonografik: Harga Minyak Rontok, Dana Daerah Anjlok)

Bagaimana skema untuk mengadopsi sistem keuangan pemerintah pusat ke daerah?

Ini kan otonomi, tidak boleh melakukan penyeragaman. Jadi, kami sedikit melakukan diskresi. Misalnya, kalau rezim anggaran pemerintah (pusat) itu kan ada ketentuan pemasukan tersebut harus dibelanjakan semua. Tapi, di Bojonegoro tidak seperti itu. Kami tahu harga minyak naik-turun. Begitu harga minyak tinggi, kami hanya masukkan (estimasi pendapatan DBH dalam APBD) di bawah 50 persen. Kalau minyak turun, kami taruh jadi 70 persen. Tapi tidak pernah kami masukkan 100 persen.

Kedua, kami belum punya mekanisme dana abadi. Jadi, dana yang ditaruh di sisa lebih pembiayaan anggaran (silpa) harus lebih tinggi sehingga pada Januari atau Februari bisa langsung belanja. Sebab, kalau menunggu DBH lama.Rekonstruksinya bisa terakhir.

Ketiga, yang tidak kalah pentingnya adalah pemerintah daerah harus berpikir seperti negara. Acuannya tidak boleh karena harga minyak turun maka subsidi berkurang. Tapi dari sisi pendapatan dan belanja ikut berkurang. Kami belajar dari kasus negara-negara lain. Misalnya Nigeria dan Rusia, yang 80 persen pendapatannya dari migas.

Daerah DBH

Apakah tidak khawatir terobosan itu akan dikriminalisasi kaena dianggap melanggar peraturan?

Jadi yang dianggap kriminalisasi itu adalah niat jahat. Kedua, merugikan negara. Ketiga, mengambil keuntungan untuk itu. Kalau ini clear soal aturan. Kriminalisasi itu berbeda dengan aturan. Bangsa kita masuk ke legalize era. Jangan lupa, dalam strategi pengelolaan negara itu ada enam level. Level pertama itu niat. Karena itu means rea dalam bahasa hukum. Level dua itu visi, yang diturunkan menjadi strategi. Strategi itu baru governance, aturan. Setelah itu manajemen operasional.

Menurut saya, kita itu salah kaprah. Menempatkan aturan menjadi nomor satu. Padahal, aturan itu kita yang bikin. Dulu dibikin untuk merumuskan visi. Visi-misi sudah berubah tapi peraturan tetap. Ini yang membelenggu kita semua. Kalau boleh saya bilang, kita ini pintar apa bodoh ya. Kalau pintar kan cepat kita. Kenapa kok tidak sama-sama cepat. Ini meurut saya adalah problem kita semua, bukan problem satu-dua orang.

Tapi bagaimana kalau diaudit BPK akan jadi masalah?

Saya selalu begini caranya. Aturan yang bikin siapa. Jadi kalau tidak ada aturannya, saya kirim ke Pak Menter. Jangan konsultasi pada birokrat karena birokrat belum tentu keluar dari itu (aturan). Kita kirim surat ke menteri.

Misalnya, soal dana abadi. Kalau tanya semua orang, tidak ada aturannya. Kita bilang ke Kementerian Keuangan dan Menteri Dalam Negeri bahwa kita akan membentuk begini (dana abadi). Karena belum ada regulasinya, kami minta izin untuk mengatur regulasinya. Apakah kira-kira ada yang kami langgar atau tidak? Kami kirim (surat) resmi ke menteri. Kalau cuma koordinasi dengan level bawah biasanya sulit karena akan dibilang tidak ada nomenklaturnya. Karena itu, saya melambung ke menteri karena menteri itu politik.

Tanggapan menteri seperti apa?

Sudah menggapi. Kementerian Keuangan sudah memberikan tanggapan akan go ahead. Yang dimungkinkan kemudian pembentukan dana abadi model LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan). Itu sudah sangat baik untuk kami sehingga kami tinggal bikin peraturan daerahnya. Jadi, jangan juga kita tidak bikin aturannya. Tapi tidak bisa juga, tidak usah aturan tapi yang penting niat baik. Sebab, prinsip good governance adalah membuat itu semua berkepastian, bisa dicek dan prosesnya bisa menjadi benar juga.

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...