Hanni Adiati: Sebagian Hutan Sengaja Dibakar

Muchamad Nafi
6 Oktober 2015, 10:42
No image
Donang Wahyu|KATADATA
Staf khusus menteri KLHK Hanni Adiati

Ada dua tahapan. Pengusaha akan kami bekukan dulu izin usahanya. Kalau untuk pemodal-pemodal yang memiliki uang sekitar Rp 1 miliar yang membiayai orang untuk membakar satu hektare seharga Rp 700 ribu, akan kami lakukan tindakan penegakan hukum.

Bagaimana dengan si pembakar yang biasanya rakyat kecil? Tidak ada sanksi?

Tentu pendekatannya beda. Yang dihukum bukan yang membakar. Okelah akan ada sanksi, tapi yang dihukum yang punya modal. Kenapa? Karena abis dibakar kan diolah. Biayanya gede itu sawit. Per hektare-nya Rp 40 juta. Mana ada mereka (rakyat kecil) punya uang sampai segitu?

Terkait kebakaran kawasan hutan ini, bagaimana kita bisa mencapai sustainable development?

Sekarang ada tumpukan-tumpukan masalah. Kalau hendak mencapai sustainable development, kita harus mengubahnya, bukan cuma sawit saja, HTI juga dari tapak atau lapangan.

Bagaimana caranya?

Seharusnya diidentifikasi kembali mana gambut dalam, mana yang tidak. Jika ada wilayah yang kanalnya mengeringkan wilayah lain, itu harus disalurkan. Wilayah itu harus dibuat tali air sehingga ada lahan kecil yang dialiri air.

Apa hal tersebut sudah dipraktikkan?

Sudah kami lakukan di Kampung Jawa, di Bengkalis (Riau). Itu selama empat tahun terbakar terus, sekarang dia tidak terbakar sama sekali.

Bisa diaplikasikan di daerah lainnya?

Untuk daerah yang gambutnya dipotong-potong, yang kering seperti di Kampung Jawa, Bengkalis dapat dilakukan secara bersama-sama dengan masyarakat. Kalau 40-50 hektare bisa dirapikan bersama. Tapi kalau ribuan hektare gambut dalam, penanganannya lain.

Seperti apa penanganannya?

Sedang saya pikirkan. Kemarin kami sudah coba padamkan gambut dalam sekitar lima meter di areal 500 meter dengan cara injeksi air ke dalam gambut. Dibuat jenuh agar tak hanya yang di atas saja, tapi api yang di bawah juga padam. Berhasil, tapi effort-nya besar sekali.

Maksudanya, biaya besar?

Bukan hanya biaya, tapi peralatan, tenaga manusia, dan ketahanannya, semua butuh effort yang besar. Untuk memadamkan 500 meter itu butuh dua jam dan airnya tidak boleh berhenti. Getarannya juga luar biasa. Bayangkan kalau ada 2.000 hektare.

Jadi, sangat logis kalau ada perusahaan dituntut hingga Rp 7 triliun?

Logis sekali.

Selain itu, apalagi yang perlu dibenahi oleh perusahaan?

Kalo perusahaan mau sustain, harus mau bersama pemerintah menata kembali kebunnya. Di dekat kanal itu jaraknya harus 100 meter. Kalau yang kecil, kanalnya 50 meter, baru bisa ditanami sawit. Jadi tidak mepet. Sawit kan menyerap air, kalo mepet pasti kering.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...