Bongkar-Pasang Sistem Pengelolaan Migas

Image title
Oleh
21 Agustus 2013, 00:00
No image
KATADATA | Arief Kamaludin
Ade Wahyudi, Deputy Director KATADATA

Salah satu poin penting UU ini adalah mengubah tata kelola migas di Indonesia. Termasuk di dalamnya memisahkan peran operator dan regulator yang selama berpuluh tahun dirangkap oleh Pertamina. Dengan pemisahan ini, diharapkan Pertamina dapat fokus menjalankan bisnisnya dan bersaing di level nasional, regional maupun global. 

Adapun untuk pengaturan dan pengawasan di sektor hulu, peran Pertamina digantikan oleh sebuah lembaga bentukan pemerintah bernama Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, disingkat BP Migas. Sedangkan untuk sektor hilir dibentuk Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH) Migas.

Namun, baru 11 tahun berjalan, sistem tata kelola migas kembali dibongkar setelah Mahkamah Konstitusi pada November 2012 mengabulkan gugatan sejumlah tokoh dan organisasi kemasyarakatan atas UU Migas 22/2001. Dampaknya adalah pembubaran BP Migas yang kemudian beralih rupa menjadi SKK Migas.

Berkaca dari kasus-kasus itu, stakeholder migas perlu sama-sama merumuskan seperti apa strategi besar tata kelola industri ini di Indonesia ke depan. Revisi UU 22/2001 yang saat ini sedang dilakukan bisa menjadi pintu masuk untuk merancang sistem tata kelola yang lebih cocok bagi Indonesia dan menjanjikan kepastian hukum bagi investor.

Tentu saja tidak akan pernah ada sistem tata kelola yang benar-benar sempurna. Seperti halnya sebuah rumah, perawatan harus terus dilakukan. Pemilik akan berusaha mencegah terjadinya kerusakan. Tapi kalau toh terjadi, maka usaha pertama yang dilakukan adalah memperbaiki kerusakan, bukan langsung membongkar seluruh rumah.

Industri migas adalah industri dengan janji keuntungan berlimpah. Ini membuka peluang terjadinya praktek-praktek korupsi, apa pun bentuk tata kelola migas yang dipilih. Adalah tugas semua dari stakeholder untuk mengantisipasi agar praktek kotor tidak dilakukan.  Kalaupun terjadi, maka harus ada tindakan tegas dan kemudian dilanjutkan dengan perbaikan sistem agar kasus serupa tidak terulang.  

Terus-menerus membongkar sistem tata-kelola migas tidak akan membuat industri menjadi lebih baik. Investor justru akan enggan berinvestasi di industri migas karena tidak ada kepastian hukum. Padahal, sebuah kenyataan bahwa Indonesia bukan lagi sebuah negeri kaya minyak. Cadangan  minyak negeri ini sudah terkuras habis sampai tinggal kurang dari 4 miliar barel.

Sementara, sumur-sumur produksi kian menua. Ini dikarenakan dalam beberapa dasawarsa terakhir, penemuan cadangan minyak dan gas bumi yang memiliki kandungan berlimpah, relatif minim.  Konsumsi berbagai jenis bahan bakar juga terus meningkat. Ini menyebabkan kesenjangan antara konsumsi dan produksi migas semakin melebar. Mantan Kepala BP Migas Kardaya Warnika mengatakan, bila tidak dilakukan langkah-langkah untuk segera memperbaiki tata kelola migas, Indonesia akan mengalami krisis energi pada 2019. 

Untuk itu, perlu disusun berbagai langkah terobosan secara sistematis. Bukan sekadar bongkar-pasang atau tambal-sulam kebijakan energi yang reaktif semata.

Artikel ini dimuat di Koran Tempo, Rabu 21 Agustus 2013

Halaman:
    Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

    Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

    Ikuti kami

    Artikel Terkait

    Video Pilihan
    Loading...