Chandra Asri, Buah Tangan Prajogo Pangestu Dorong Industri Petrokimia
PT Chandra Asri Petrochemical Tbk baru saja memperoleh fasilitas kredit US$ 250 juta atau setara Rp 3,5 triliun dari Bank Negara Indonesia. Perusahaan hasil merger ini berada di bawah kuasa taipan Indonesia, Prajogo Pangestu.
Pembiayaan tersebut diperoleh melalui skema term loan baru dengan balloon payment yang terbagi ke dalam dua fasilitas. Dilansir dari laman Bursa Efek Indonesia alias BEI, fasilitas pembiayaan pertama merupakan term loan 1 dengan maksimum pembiayaan US$ 150 juta. Dana tersebut untuk membiayai buyback obligasi dan refinancing utang eksisting perusahaan dengan tenor tujuh tahun.
Selanjutnya, fasilitas kedua merupakan term loan 2 dengan maksimum pembiayaan US$ 100 juta. Nantinya, uang ini digunakan untuk membiayai kebutuhan praoperasi kompleks petrokimia kedua berskala global (CAP2) dengan tenor 10 tahun.
Presiden Direktur Chandra Asri Erwin Ciputra mengatakan bahwa perolehan pembiayaan diharapkan dapat meningkatkan kinerja keuangan dan mendorong operasional perusahaan. Itu termasuk mendorong upaya ekspansi pembangunan CAP2.
Target pembangunan kompleks CAP2 ini untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor produk petrokimia, dan mengembangkan industri hilir lokal. Selain itu, perusahaan mendukung visi pemerintah untuk industri 4.0 dan menciptakan karier jangka panjang.
Melansir data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2021, Indonesia mencatatkan kenaikan impor, termasuk petrokimia, sebesar 10,35 % menjadi US$ 16,68 miliar dibandingkan Juli 2021. Bahkan, jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, kenaikannya sebanyak 55,26 %.
Impor migas selama Agustus 2021 mencapai US$ 2,05 miliar atau naik 14,74 % dibandingkan bulan sebelumnya. Sedangkan impor nonmigas tumbuh 9,76 % menjadi US$ 14,63 miliar.
Sementara itu, rencana strategis Kementerian Perindustrian 2020-2024 memiliki prioritas untuk mengembangkan daya saing industri petrokimia. Langkah sinergi antar-perusahaan lokal didorong. Pemerintah mendukung kerja sama antara PT Pertamina, melalui anak perusahaan PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk.
Keduanya menandatangani head of agreement (HoA) untuk kerja sama mengembangkan industri petrokimia di Indonesia, sehingga dapat menekan impor. Nota kesepakatan diteken pada Agustus tahun lalu.
Chandra Asri Petrochemical Memutar Rugi Jadi Laba
Sepanjang tahun ini, perusahaan yang dikenal dengan kode saham TPIA tersebut berhasil menorehkan kinerja positif. Tampak dari laporan keuangan perusahaan sepanjang enam bulan pertama 2021, yang membukukan pendapatan naik 50 % menjadi Rp 1,26 miliar dibandingkan periode sama tahun lalu.
Direktur Chandra Asri Suryandi menjelaskan, naiknya pendapatan tersebut didukung harga jual rata-rata untuk semua produk yang meningkat. Utamanya datang dari harga jual Ethylene, Polyethylene dan Polypropylene, sementara volume penjualan terus terjual habis.
Berkat kinerja pendapatan positif, anak usaha PT Barito Pacific Tbk alias BRPT itu membukukan laba yang diatribusikan kepada entitas induk sebanyak US$ 164,38 juta. Capaian tersebut sukses membalik keadaan perusahaan yang tahun lalu masih rugi Rp 40,12 juta.
Capaian laba per Juni 2021 turut mencerminkan pemulihan kuat dari kinerja TPIA. Hal itu didukung pemulihan pasar, keunggulan kompetitif perusahaan, dan eksekusi solid dari segala aspek.
Di samping itu, per Juni 2021 Chandra Asri Petrochemical juga mempertahankan liquidity pool sebesar US$ 1,2 miliar, di mana US$ 762 juta dalam bentuk kas dan setara kas. Ada juga fasilitas committed revolving credit yang tersedia US$ 341,2 juta dan US$ 58,9 juta dalam bentuk surat berharga.
Chandra Asri Petrochemical dan Taipan Prajogo Pangestu
Chandra Asri Petrochemical merupakan hasil penggabungan atau merger dua produsen produk kimia terbesar Indonesia, yakni PT Tri Polyta Indonesia dan PT Chandra Asri. Tri Polyta didirikan pada 2 November 1984 dan mulai beroperasi secara komersial pada 1993.
Sedangkan Chandra Asri mulai beroperasi secara komersial pada 1992 dengan memproduksi polypropylene. Saat itu, kapasitas awal produksi baru 160 kilo tonnes per annum (KTPA). Saham Chandra Asri juga sempat dikuasai Temasek sekitar 30 % secara tidak langsung pada Januari 2006.
Selanjutnya, Chandra Asri diakuisisi pada 2007 oleh Barito Pacific. Induk usaha TPIA tersebut, lahir dari tangan Prajogo Pangestu, putra pedagang karet yang memulai bisnis kayu pada akhir 1970-an. Dilansir dari Forbes, Prajogo masuk dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia. Dia menempati posisi ketiga dengan kekayaan US$ 6 miliar atau setara Rp 85,8 triliun (kurs Rp 14.300).
Pria kelahiran Sambas, Kalimantan Barat 77 tahun lalu ini memiliki nama Phang Djoen Phen dan mengawali perusahaan berbasis kayu terpadu pada 1979. Dengan mendirikan PT Barito Pacific Timber Tbk, perusahaan memutuskan mengubah nama dan identitas menjadi PT Barito Pacific Tbk pada 2007. Upaya tersebut untuk mengembangkan BRPT menjadi perusahaan sumber daya terdiversifikasi.
Sejak merger pada 2011, Chandra Asri Petrochemical menjadi perusahaan petrokimia terbesar di Indonesia yang mendaftarkan sahamnya di publik. Melansir RTI, per 30 September 2021 sebanyak 34,54 % atau sekitar 7,5 miliar lembar saham TPIA dikuasai Barito Pacific Group alias BRPT. Kemudian, 30,57 % saham digenggam SCG Chemicals Co., Ltd yang merupakan anak perusahaan dari SCG Group, Thailand.
Selain itu, ada PT Top Investment Indonesia yang menguasai 15 % saham Chandra Asri Petrochemical. Sedangkan kepemilikan langsung Prajogo selaku Presiden Komisaris pada saham TPIA sebanyak 7,78 % atau setara 1,68 miliar lembar saham.
Melansir laman resmi perusahaan, Chandra Asri saat ini mengoperasikan satu-satunya Naphtha Cracker di Indonesia yang memproduksi Olefins dan Polyolefins berkualitas tinggi, dan merupakan produsen domestik tunggal Styrene Monomer dan Butadiene.
Fasilitas pabrik Chandra Asri Petrochemical berlokasi di Ciwandan, Cilegon, Banten, memberikan akses strategis kepada para pelanggannya, didukung oleh jaringan pipa 45 kilometer milik sendiri.
Teknologi dan fasilitas pendukung yang tersedia merupakan hasil dari teknologi terkini mampu memproduksi 1.330 KTA Olefins (Ethylene, Propylene) dan 816 KTA Polyolefins (Polyethylene dan Polypropylene).
Berdasarkan catatan RTI, perusahaan petrokimia ini melantai di BEI sejak 24 Juni 1996 dengan menebar 728,4 juta lembar saham ke publik. Adapun harga saham yang ditawarkan saat itu Rp 2.200 per lembar saham. Sedangkan sepanjang 2021, saham TPIA tercatat masih terkoreksi 11,27%.