Bukit Asam, Perusahaan Tambang Negara Warisan Belanda

Amelia Yesidora
17 Desember 2021, 18:10
Bukit Asam, Perusahaan Tambang Negara Warisan Belanda
KATADATA |

Perusahaan tambang pelat merah PT Bukit Asam Tbk sudah berusia lebih dari satu abad. Emiten dengan kode saham PTBA ini berdiri saat Belanda masih menduduki sebagian wilayah Tanah Air, menggali batu bara dari Sumatera Selatan.

Kini PTBA menyandang status sebagai produsen batu bara terbesar keenam di Indonesia. Pada pertengahan 2021 ini, Bukit Asam mampu memproduksi emas hitam sebanyak 13,3 juta ton.

Kegiatan pertambangan Bukit Asam dimulai pada 1919 dengan metode penambangan terbuka (open pit system). Lokasi pertamanya di Tambang Air Laya di Muara Enim, Sumatera Selatan.

Pada 1923, perusahaan ini mulai mengubah metodenya menjadi penambangan bawah tanah (underground mining) hingga 1940. Meski begitu, produksi untuk kepentingan komersial dimulai pada 1938. 

Setelah Indonesia merdeka, para karyawan Indonesia menuntut agar status perusahaan diubah menjadi pertambangan nasional. Pada 1950 pemerintah Indonesia pun mengesahkannya sebagai Perusahaan Negara Tambang Arang Bukit Asam (PN TABA).

Tiga dekade berselang, status perusahaan berganti menjadi perseroan terbatas dengan nama PT Bukit Asam pada 1 Maret 1980. Sepuluh tahun kemudian, pemerintah menggabungkan perum tambang batu bara dengan PTBA.

PT Bukit Asam kemudian melantai di Bursa Efek Indonesia pada 23 Desember 2002 dengan kode PTBA. Sebanyak 346,5 juta lembar saham ditawarkan dengan harga Rp 575 per lembar. Per hari ini (16/12/2021), harga saham PTBA ditutup di angka Rp 2.680, turun 0,74 % dari penutupan hari sebelumnya.

Pada 28 November 2017, status perseroan PTBA berganti menjadi non-perseroan. Perubahan ini sesuai dengan PP 47/2107 tentang Penambahan Penyertaan modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Saham PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), Persetujuan Pemecahan Nominal Saham (stock split), dan Perubahan Susunan Pengurus Perseroan.

Dengan perubahan ini, tiga perusahaan tambang Indonesia masuk ke dalam satu holding BUMN tambang di bawah induk PT Inalum. Tiga perusahaan tersebut adalah PT Bukit Asam, PT Aneka Tambang (PT Antam), dan PT Timah. 

Lalu, pada 17 Agustus 2019, Inalum bersama Freeport bernaung di bawah MIND ID (Mining Industry Indonesia). MIND ID memiliki kepemilikan 65,93 % saham atas PT Bukit Asam.

Ragam Produksi PTBA

Pada pertengahan 2021, PTBA berhasil memproduksi 13,3 juta ton batu bara, 94 % lebih tinggi dari produksi di kuartal kedua 2021. Dilansir dari paparan publik perusahaan, angka ini adalah produksi bulanan tertinggi semenjak PTBA mulai beroperasi. 

Batu bara ini diperoleh dari empat area tambang, yaitu Tambang Air Laya di Muara Enim, Tambang Banko Barat serta Tambang Muara Tiga Besar di Tanjung Enim, dan PT International Prima Coal (IPC) di Kalimantan Timur. Sebanyak 43 % batu bara diperoleh dari Tambang Banko Barat, 36 % dari Muara Tiga Besar, 18 % dari Tambang Air Laya, dan 2 % dari PT IPC. 

Dari 13,3 juta ton produksi batu bara, sebanyak 63 % dipakai untuk kebutuhan domestik dan 37 % sisanya diekspor. Negara tujuan dagang terbesar adalah Cina sebesar 16 %, kemudian India 2 %, Taiwan dan Filipina 4 %, serta Malaysia dan Vietnam 2 %. Jika dibandingkan dengan kuartal pertama 2021, penjualan ekspor PTBA di kuartal kedua 2021 meningkat 63 %.

Ada enam jenis batu bara dengan parameter berbeda yang diproduksi oleh PT Bukit Asam (BA), yaitu BA-48, BA-50, BA-64, BA-67, BA-71, dan GAR-6100. Pada pertengahan 2021, penjualan terbesar ada di BA-50 sebesar 49 %, BA-48 sebesar 32 %, GAR-6100 sebesar 6 %, BA-45 sebesar 4 %, BA-64 sebesar 3 %, dan lainnya 6 %.

PTBA juga memiliki enam segmen bisnis selain perdagangan batu bara, yaitu tambang dan jasa penambangan, logistik, gas, ketenagalistrikan, investasi, dan lain-lain. 

Menurut laporan keuangan perusahaan, pendapatan pada kuartal ketiga 2021 paling banyak diperoleh dari penjualan batu bara kepada pihak ketiga. Selain itu, Bukit Asam juga memiliki relasi dengan PLN dan PT Indonesia Power (PTIP) untuk penjualan listrik, briket, minyak sawit mentah dan inti sawit, jasa kesehatan rumah sakit, dan jasa sewa.

Upaya PTBA Genjot Kapasitas Angkutan Batu Bara

Bukit Asam juga berencana meningkatkan kapasitas angkutan batu bara dengan membangun pelabuhan baru. Harapannya, pada tahun ini  PTBA akan memproduksi 32 juta ton batu bara dan 72 juta ton pada 2026. Pelabuhan baru yang akan dibangun bernama Tongkang Prajen dan Tongkang Kramasan.

Untuk mencapai kedua pelabuhan ini, Bukit Asam akan membangun jalur kereta api dari Tanjung Enim, yang rencananya selesai pada kuartal ketiga 2026. Lintasan  sepanjang 180 kilometer bakal membentang menuju Pelabuhan Prajen untuk mengangkut batu bara 20 juta ton per tahun. 

Jalur kereta api sepanjang 158 kilometer juga akan dibangun menuju Pelabuhan Kramasan. Jalur ini bakal membantu menambah kapasitas 20 juta ton batu bara per tahun dan diharapkan akan selesai pada tahun 2024.

Selain membangun pelabuhan dan jalur baru, PTBA akan meningkatkan jalur kereta api dan pelabuhan yang sudah ada sebelumnya. Dua tujuan yang akan ditingkatkan yakni Kertapati dan Tarahan. Jalur Kertapati akan meningkatkan kapasitas angkutan menjadi tujuh juta ton per tahun pada akhir 2021. Sementara jalur menuju Tarahan bakal menambah kapasitas menjadi 25 juta ton per tahun.

PTBA dan Energi Terbarukan

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 
Sebuah kiriman dibagikan oleh PT Bukit Asam Tbk (@bukitasamptba)

PTBA sudah mulai membangun empat Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di tiga pulau, namun yang baru beroperasi hanya satu yaitu di gedung Airport Control Operation Center (AOCC) Bandara Soekarno Hatta. Tiga pembangkit listrik lain masih dalam fase pengembangan, yaitu di PLTS Pascatambang Ombilin, Sumatera Barat dengan kapasitas 200 mega watt, PLTS Pascatambang Tanjung Enim, Sumatera Selatan dengan kapasitas 200 mega watt, dan PLTS Pascatambang Bantuas, Kalimantan Timur.

Pada tambang-tambang di Tanjung Enim, Sumatera Selatan, PTBA hendak mengembangkan hilirisasi batu bara dengan program Coal to Chemicals Industry. Dalam paparan publik disebutkan sebanyak enam juta ton batu bara per tahun akan diubah menjadi dimetil eter (DME) dengan hasil 1,4 juta DME.

DME ini kemudian akan digunakan sebagai sumber energi alternatif pengganti liquid petroleum gas (LPG) dan dapat mengurangi ketergantungan impor LPG. Sebagai informasi, Indonesia mengimpor 70 % LPG untuk memenuhi kebutuhan domestik.

Reporter: Amelia Yesidora

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...