8 Parpol Parlemen Tolak Pemilu Coblos Partai, Ini 5 Poin Sikap Bersama
Delapan partai politik yang memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan sikap tegas menolak sistem pemilu proporsional tertutup yang sedang diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Sistem proporsional tertutup memberi kesempatan pemilih hanya mencoblos partai bukan calon legislatif seperti yang telah dilaksanakan pada pemilu 2009, 2014 dan 2019.
Sikap penolakan disampaikan secara bersama dalam pertemuan yang digelar di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, pada Minggu (8/1). Dari sembilan partai parlemen hanya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang menyatakan dukungan terhadap sistem pemilu proporsional tertutup.
"Kami 8 partai politik bersatu untuk kedaulatan rakyat. Tentu pertemuan ini bukan merupakan pertemuan pertama saja, namun tadi bersepakat bahwa pertemuan ini akan dilanjutkan secara berkala, untuk mengawal sikap partai politik ini," ujar Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto usai pertemuan.
Hadir dalam pertemuan itu, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, Presiden Partai Keadilan Sejahtera Ahmad Syaikhu, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan. Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh tidak hadir dan diwakili oleh Sekjen Johnny G Plate dan Waketum Ahmad Ali.
Begitu juga dengan Plt Ketum PPP Muhammad Mardiono tidak hadir diwakili oleh Waketum Amir Uskara. Sementara Ketum Gerindra Prabowo Subianto dan elite Gerindra tidak hadir. Namun, kata Airlangga, Partai Gerindra sepakat dengan kesepakatan 7 parpol yang hadir.
Menurut Airlangga, ada lima poin kesepakatan yang disetujui para pimpinan partai. Pertama, mereka menolak sistem proporsional tertutup dan memiliki komitmen untuk menjaga kemajuan demokrasi di Indonesia yang telah dijalankan sejak era reformasi.
"Sistem pemilu proporsional tertutup merupakan kemunduran bagi demokrasi. Di lain pihak sistem pemilu proporsional terbuka merupakan perwujudan dari demokrasi yang berasaskan kedaulatan rakyat, di mana rakyat dapat menentukan calon anggota legislatif yang dicalonkan oleh partai politik. Kami tidak ingin demokrasi mundur," kata Airlangga.
Pada poin kedua, 8 parpol sepakat bahwa sistem pemilu dengan proporsional terbuka merupakan pilihan yang tepat. Sistem ini juga telah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada tanggal 23 Desember 2008.
"Sistem proporsional terbuka yang sudah dijalankan dalam tiga kali pemilu dan gugatan terhadap yurisprudensi akan menjadi preseden yang buruk bagi hukum Indonesia dan tidak sejalan dengan asas nebis in idem," ujar Airlangga lagi.
Ketiga, KPU tetap menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara pemilu dengan menjaga netralitas dan independensinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Poin keempat, delapan parpol mengapresiasi pemerintah yang telah menganggarkan anggaran Pemilu 2024 serta kepada penyelenggara Pemilu terutama KPU agar tetap menjalankan tahapan-tahapan Pemilu 2024 sesuai yang telah disepakati bersama.
"Kelima kami berkomitmen untuk berkompetisi dalam pemilu 2024 secara sehat dan damai dengan tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa agar tetap memelihara stabilitas politik, keamanan dan ekonomi," kata Airlangga lagi.
Menanggapi sistem pemilu tertutup, AHY mengatakan sejak awal Partai Demokrat menolak sistem proporsional tertutup karena sistem itu merampas hak rakyat. Pemilu tertutup menurut dia sama seperti menghadirkan kembali pemilu dengan memilih kucing di dalam karung.
"Saya ingin menggaris bawahi, pertama jangan sampai ada hak rakyat dalam kehidupan demokrasi ini yang dirampas, jika terjadi pemilu tertutup, maka rakyat tidak bisa memilih langsung wakil-wakil rakyatnya,” ujar AHY usai pertemuan.
Dia juga berharap sistem terbuka proporsional bisa tetap dijalankan sesuai dengan UU yang berlaku saat ini. AHY juga menyebutkan sistem proporsional tertutup atau mencoblos nama partai tentunya dapat meruntuhkan semangat para kader.