Inggris Investasi Rp 7 Triliun Untuk Bantu RI Tangani Perubahan Iklim
Inggris berencana untuk menanamkan investasi hingga £350 juta (Rp 7 Triliun) selama 10 tahun untuk mendukung ambisi Indonesia dalam menangani perubahan iklim, termasuk melindungi dan memulihkan hutan serta keanekaragaman hayati.
"Inggris menyadari pentingnya dan memuji komitmen Indonesia, dan ingin bekerja sama
dengan Indonesia untuk mendukung upaya ini,"tutur pemerintah Inggris dalam siaran pers melalui Kedutaan Besar Inggris untuk Indonesia, Rabu (3/11).
Bantuan tersebut sudah disampaikan Menteri Inggris untuk urusan Pasifik dan Lingkungan Hidup Lord Goldsmith saat mengunjungi paviliun Indonesia di Glasgow bersama Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong.
Investasi sebesar Rp 7 triliun diharapkan bisa membantu Indonesia dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.
Juga, mengatasi penyebab utama deforestasi dan degradasi lahan, serta mendorong pertumbuhan rendah karbon yang tangguh.
Investasi tersebut juga akan mendukung ambisi Indonesia agar sektor hutan dan tata guna lahan menjadi “net sink” karbon pada tahun 2030 dengan berinvestasi di hutan-hutan Indonesia.
Investasi sebesar Rp 7 triliun kepada Indonesia adalah bagian kontribusi baru Inggris sebesar £1,5 miliar (Rp 30 triliun) untuk menghentikan dan membalikkan deforestasi secara global.
"Ambisi Indonesia agar sektor hutan dan tata guna lahan menjadi “net sink” karbon pada tahun 2030 sangat signifikan secara global dan menunjukkan bahwa Indonesia memimpin dalam aksi iklim,"tutur siaran pers tersebut.
Menurut pemerintah Inggris, restorasi dan perlindungan ekosistem kritis seperti lahan gambut, hutan dan bakau diakui penting untuk mitigasi perubahan iklim.
Hutan secara global menyerap neto 7,6 miliar metrik ton CO2 per tahun – sekitar sepertiga dari CO2 global yang dilepaskan dari pembakaran bahan bakar fosil setiap tahun – menjadikannya sebagai “net sink” karbon terbesar.
Pengurangan deforestasi dan degradasi lahan akan mengurangi emisi gas rumah kaca.
Juga, memperkuat kemampuan sumber daya alam Indonesia untuk menyerap emisi gas rumah kaca dan berkontribusi dalam membatasi kenaikan suhu global.
Indonesia memiliki hutan hujan utuh terbesar ketiga di dunia, hampir sepertiga hutan bakau dunia dan sepertiga hutan lahan gambut tropis dunia sehingga bisa membuat perbedaan besar.
Kemitraan antara Indonesia dan Inggris akan difokuskan pada penyediaan investasi hijau katalis,
membuka lebih lanjut keuangan publik dan swasta agar membantu mencapai ambisinya bagi
hutan dan penggunaan lahan untuk menjadi “net sink” karbon sebelum tahun 2030.
"Inggris akan bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia untuk menentukan lokasi investasi berdasarkan kebutuhan, berkonsultasi dengan investor dan bisnis, organisasi multilateral dan pemerintah daerah, masyarakat sipil, dan komunitas lokal," tutur pemerintah Inggris.
Dalam penjelasannya, pemerintah Inggris mengatakan terdapat tiga hutan hujan tropis utama dunia yaitu Lembah Sungai Kongo, Amazon dan hutan hujan Asia Tenggara.
Namun, hanya Kongo yang tetap menjadi penyerap karbon yang kuat,menyerap lebih banyak karbon daripada yang dilepaskan oleh deforestasi dan degradasi.
Dalam 20 tahun terakhir, hutan-hutan di Asia Tenggara secara kolektif menjadi sumber neto emisi karbon karena pembukaan hutan, kebakaran yang tidak terkendali, dan pengeringan lahan gambut.
Mengembalikan hutan-hutan ini, agar berfungsi sebagai penyerap karbon alami sangat penting dalam memerangi perubahan iklim.
"Indonesia telah membuat langkah besar ke arah itu, dengan pengurangan deforestasi yang berkelanjutan sejak 2016 dan kesediaan Indonesia untuk memimpin lebih jauh, patut dipuji,"kata pemerintah Inggris.
Duta Besar Inggris untuk Indonesia Owen Jenkins mengatakan bahwa tekad Indonesia untuk menjadikan sektor kehutanan dan tata guna lahannya sebagai “net sink” karbon pada tahun 2030 adalah demi kepentingan global.
Saya berterima kasih kepada Indonesia karena telah menjadi contoh yang luar biasa, dan
menantikan contoh-contoh baik lainnya dari Indonesia agar bisa menjadi inspirasi bagi
negara-negara lain”, kata Owen.