Rupiah Dibuka Melemah Rp 14.277 Per US$ Terimbas Sentimen Tapering Off
Rupiah dibuka melemah 0,13% ke level Rp 14.277 per dolar AS di pasar spot pagi ini. Kurs garuda diramal melanjutkan pelemahan di tengah berlanjutnya sentimen tapering off, tercermin dari kenaikan yield US Treasury beberapa hari terakhir.
Mengutip Bloomberg, rupiah berbalik menguat ke Rp 14.272 pada pukul 09.18 WIB. Kendati demikian masih jauh dari posisi penutupan kemarin di Rp 14.258 per dolar AS.
Mayoritas mata uang Asia lainnya juga bergerak memerah. Dolar Singapura melemah 0,1%, dolar Taiwan 0,05%, won Korea Selatan 0,01%, rupee India 0,02%, ringgit Malaysia 0,24% dan bath Thailand 0,34%.
Yuan Cina menguat 0,02%, peso Filipina dan dolar Hong Kong kompak menguat 0,01%. Sementara yen Jepang stagnan.
Analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan rupiah akan kembali tertekan ke arah Rp 14.300 per dolar AS, dengan potensi penguatan di kisaran Rp 14.220.
Tekanan terhadap nilai tukar dipengaruhi tren kenaikan pada yield US Treasury beberapa hari terakhir yang mengindikasikan kembali menguatnya tapering off The Fed.
"Kenaikan yield didukung oleh sentimen potensi percepatan tapering dan kenaikan suku bunga acuan AS," kata Ariston kepada Katadata.co.id, Rabu (24/11).
Mengutip Treasury.gov, yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun kembali naik menjadi 1,67% pada perdagangan kemarin (23/11).
Kenaikan di atas 1,6% sudah dimulai sejak awal pekan ini. Tingkat yield kemarin juga tercatat sebagai tertinggi dalam sebulan terakhir.
Kenaikan juga terjadi di semua obligasi bertenor panjang. Yield obligasi tenor 20 tahun naik menjadi 2,08% setelah sempat turun pada akhir pekan lalu.
Yield US Treasury tenor 30 tahun juga naik menjadi 2,02% setelah sepekan lalu berhasil turun di kisaran 1,9%.
Ariston mengatakan kenaikan yield US Treasury yang dimuali sejak akhir pekan lalu terutama dipengaruhi sentimen tapering off yang kembali kuat.
Dimulai dari pernyataan dua pejabat bank sentral AS pada Jumat (19/11) yang memberi peluang tapering off berupa pengurangan pembelian aset akan diakhiri lebih cepat.
Wakil Ketua The Fed Richard Clarida pada akhir pekan lalu mengatakan akan mendorong pembahasan percepatan laju pengurangan pembelian aset pada pertemuan pengambil kebijakan pada Desember mendatang.
Pada hari yang sama, Dewan Gubernur The Fed Christopher Waller juga menyerukan agar bank sentral menggandakan pengurangan pembelian obligasinya. Kemudian pembelian diakhiri April mendatang.
Pasar mengantisipasi kondisi ini akan ikut mempercepat kenaikan bunga acuan.
Meski demikian, The Fed sebenarnya sudah berulang kali bahwa pengurangan aset tidak ada hubungannya dengan rencana kenaikan bunga acuan.
Sebagai informasi, The Fed berencana memulai pengurangan pembelian aset mulai akhir November dan berakhir pada pertengahan 2022.
Pengurangan pembelian aset sebesar US$ 15 miliar dari pembelian rutin sebesar US$ 120 miliar.
Sentimen percepetapan tapering off juga menguat setelah Jerome Powell kembali dinominasikan kembali menjabat sebagai Gubernur The Fed.
Penunjukkan itu disampaikan langsung oleh Presiden Joe Biden pada awal pekan ini.
"Nominasi Jerome Powell sebagai Gubernur the Fed oleh Presiden Joe Biden mendorong ekspektasi percepatan kenaikan suku bunga acuan AS," kata Ariston.
Dari dalam negeri, Ariston mengatakan pasar akan menantikan pidato yang disampaikan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam pertemuan tahunan BI (PTBI) hari ini.
Dia memperkirakan sentimen ini dapat membantu agar rupiah tidak jatuh lebih dalam.
"BI mungkin akan bicara hal-hal yang positif tentang ekonomi Indonesia untuk menjaga rupiah tidak terlalu tertekan terhadap dollar AS karena tapering off," kata Ariston.
BI dijadwalkan akan menggelarkan pertemuan tahunannya siang ini (24/11). Adapun tema pertemuan tahunan kali ini yaitu 'Bangkit dan Optimis: Sinergi dan Inovasi untuk Pemulihan Ekonom'.
Gubernur BI Perry Warjiyo akan menyampaikan pidatonya yang berisi paparan sejumlah kondisi ekonomi global dan domestik, termasuk prospek rupiah dan ketahanan ekonomi domestik ke depannya.