Proyeksi Harga Minyak Dunia, US$ 35-40 per Barel Sampai Akhir 2020

Image title
21 April 2020, 16:22
Foto udara kawasan Kilang RU VI Balongan, Indramayu, Jawa Barat, Jumat (24/1/2020). PT Pertamina (Persero) resmi menjalin kerja sama dengan perusahaan minyak asal Abu Dhabi, ADNOC terkait pengembangan Kompleks Kilang Terintegrasi Petrokimia di Balongan.
ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Foto udara kawasan Kilang RU VI Balongan, Indramayu, Jawa Barat, Jumat (24/1/2020). PT Pertamina (Persero) resmi menjalin kerja sama dengan perusahaan minyak asal Abu Dhabi, ADNOC terkait pengembangan Kompleks Kilang Terintegrasi Petrokimia di Balongan.

Pekan ini dimulai dengan anjloknya harga minyak mentah berjangka kontrak Mei Amerika Serikat (AS) terburuk dalam sejarah. Penutupan perdagangan Senin (20/4) mencatat harga minyak mentah WTI minus US$ 37,63 per barel.

Menurut Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, kondisi ini terjadi lantaran stok minyak dalam inventori lebih banyak dibandingkan permintaan. Pandemi corona, menurutnya, membuat permintaan minyak turun signifikan sebab orang membatasi pergerakan guna memutus penyebarannya.

Sebaliknya, kata Komaidi, penjual harus tetap mengeluarkan uang biaya pengiriman yang menjadi tanggungannya karena sudah terikat kontrak berjangka. Biaya yang harus dikeluarkan penjual itu lah membuat harga minyak mentah WTI minus.

“Keputusan Donald Trump untuk terus meningkatkan produksi shale dengan keyakinannya tetap stabil juga memengaruhi,” kata Komaidi kepada Katadara.co.id, Selasa (21/4).

(Baca: Pertama Kali dalam Sejarah, Harga Minyak Anjlok di Bawah US$ 0/barel)

Produksi minyak dalam jumlah tinggi tak bisa tertampung lagi dalam storage. Namun, penjual juga tak bisa mengekspor ke luar negeri lantaran permintaan dari luar juga turun. Permintaan minyak dunia turun sampai 30% menurut OPEC. Ditambah lagi perang minyak antara Arab Saudi dan Rusia yang sempat terjadi dan membuat pasokan minyak dunia berlebih di pasar.

Perang minyak antara kedua negara tersebut terjadi lantaran Rusia menolak proposal Arab Saudi untuk mengurangi produksi minyak. Akhirnya Arab Saudi menambah produksi dan membanjiri pasar minyak. Harga menjadi turun. Kedua negara memang kemudian bersepakat berdamai dan mengurangi produksi minyak mentah, tapi menurut Komaidi hal itu belum bisa menaikkan harga minyak dalam waktu dekat.

Kini OPEC plus Rusia telah memangkas produksi minyak mentah menjadi 9,7 juta barel per hari. Langkah ini dilakukan dari Mei sampai Juni tahun ini.  

“Itu kenapa harga minyak WTI masih terdampak. Pangkal masalahnya di situ,” kata Komaidi.

Dampak turunnya permintaan dan perang minyak, kata Komaidi, juga jadi penyebab turunnya harga minyak di luar regional AS. Meskipun tak setajam WTI, harga minyak mentah Brent mengalami penurunan dari US$ 2,51 per barel menjadi US$ 25,57 per barel atau turun 9%.

(Baca: Sejarah Kejatuhan Harga Minyak Dunia Sebelum Dihantam Pandemi Corona)

Proyeksi Harga Minyak Dunia

Melihat kondisi yang tejadi saat ini, Komaidi memprediksi harga minyak dunia akan berada di rata-rata US$ 35-40 per barel sampai akhir tahun nanti. Harga itu menurutnya bisa bertahan lebih lama jika pandemi covid-19 belum juga berlalu.

“Bisa lebih jatuh juga harganya dari itu. Karena selama pandemi belum berlalu, ekonomi akan tetap terpukul di banyak sektor dan permintaan terus menurun. Karena harga tergantung kondisi pasar,” kata Komaidi.

Prediksi Komaidi ini tak jauh berbeda dengan IMF. Dalam World Economic Outlook yang dirilis lembaga penalangan dana internasional pada pekan lalu, harga minyak dunia diprediksi rata-rata US$ 35 per barel sampai akhir 2020. Proyeksi ini mempertimbangkan kontraksi ekonomi dunia sebesar 3%.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...