• Sejak diperkenalkan ke publik, apartemen Meikarta diterpa isu negatif mulai dari gugatan pailit hingga kasus suap.
  • Pembangunan unit apartemen molor sehingga pembeli tidak bisa memperolah haknya dalam jangka waktu yang sudah disepakati.
  • Harga jual apartemen yang kelewat murah ditengarai menjadi salah satu penyebab pengembang kesulitan menyelesaikan pembangunan apartemen tepat waktu. 

Setiap bulan selama hampir lima tahun berturut-turut, Rosliana tekun mencicil sebuah apartemen di Cikarang, Kabupaten Bekasi. Sesuai perjanjian dengan pihak pengembang, seharusnya ia sudah menerima unitnya paling lambat Agustus 2019. 

Namun janji itu tak kunjung datang. Hingga kini, ia belum menerima apartemennya di Meikarta, sebuah inisiatif “Jakarta Baru” yang dikembangkan Grup Lippo. 

Dalam penuturannya kepada Katadata, perempuan 40 tahun ini membeli apartemen tipe studio dengan luas 21,9 m2. Letaknya di Distrik 2 Tower S2 yang dibanderol Rp 156 juta untuk harga tunai. 

“Tapi saya membelinya melalui Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) dengan cicilan Rp 2,7 juta per bulan,” ujarnya, Selasa (13/12).

Rosliana sudah berkali-kali bertanya kepada pengembang terkait kejelasan serah terima unit apartemennya, tetapi hasilnya nihil. Ia pun memutuskan untuk meninjau tower apartemennya dan menemukan bahwa pembangunan bahkan belum dimulai sama sekali. Kendati begitu, Rosliana tetap membayar cicilan bulanan apartemennya, yang akan lunas pada Januari 2023.

Rosliana bukan satu-satunya korban Meikarta. Hingga kini ada 100 orang korban yang tergabung dalam Perkumpulan Peduli Konsumen (PPKM) Meikarta. Pada Senin (5/12), komunitas ini berunjuk rasa di Gedung DPR/MPR, menuntut pengembalian uang karena tak kunjung menerima unit apartemen sesuai waktu yang dijanjikan pengembang. 

Demontrasi Konsumen Meikarta
Demontrasi Konsumen Meikarta (Katadata / Nadya Zahira)
 



Meikarta, Proyek Duri Dalam Daging Grup Lippo

Grup Lippo memperkenalkan proyek Meikarta pada 4 Mei 2017, sebuah properti yang dibangun di lahan seluas 500 hektare dengan biaya sekitar Rp 278 triliun. Grup Lippo awalnya memiliki 100% saham PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), pengembang Meikarta lewat PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK). 

Namun pada Mei 2018, LPCK mendivestasi 50,28% saham MSU ke Masagus Ismail Ning dan Hasdeen Holdings. Ismail Ning memegang 0,56% saham MSU, sementara Hasdeen Holding memegang 49,72% saham MSU. 

Hasdeen yang berada di British Virgin Islands ini masuk ke MSU melalui PEAK Asia Investment. Sementara itu, Ismail Ning adalah putra dari Hasjim Ning, pemilik PT Bank Perniagaan yang dijual ke Mochtar Riady pada 1981. Bank tersebut pun merger dengan PT Bank Umum Asia pada 1989 dan berganti nama menjadi Lippo Bank. 

Sejak awal proyek ini sudah diterpa isu negatif. Pertama, Pemerintah Provinsi Jawa Barat ternyata hanya memberi rekomendasi membangun proyek Meikarta di lahan seluas 84,6 hektare, alih-alih 500 hektare.

Kemudian pada Oktober 2018, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya suap dari bos Grup Lippo, Billy Sindoro, kepada Bupati Bekasi, Neneng Hassanah Yasin. Suap senilai Rp 16 miliar ini bertujuan untuk memuluskan perizinan proyek Meikarta. 

Masifnya promosi proyek ini di berbagai media promosi juga menyeret masalah bagi Grup Lippo. Merujuk riset Nielsen Ad Intel, Meikarta adalah produk dengan biaya iklan terbesar pada 2017 dengan jumlah dana yang dikeluarkan lebih dari Rp 1,5 triliun. 

Katadata mencatat iklan Meikarta dipasang di hampir semua media promosi, mulai dari televisi, radio, surat kabar, billboard, hingga media sosial. Namun 58% dari seluruh iklan itu disebar dalam bentuk cetak. Begitu besarnya uang yang digelontorkan Meikarta untuk iklan, properti itu menyumbang 36% dari total iklan properti yang dipublikasikan sepanjang 2017. 

Sayangnya, biaya promosi jumbo itu meninggalkan masalah bagi Meikarta. Pada 2018, PT Relys Trans Logistics dan Imperia Cipta Kreasi menggugat pailit Mahkota Sentosa Utama (MSU), pengembang Meikarta. Kedua perusahaan ini mengajukan gugatan pailit lantaran pengembang tak melunasi utang Rp 16 miliar atas kontrak promosi proyek tersebut. 

Selain bermasalah dengan korporasi lain, Meikarta juga mulai bermasalah dengan para pembelinya. Awalnya, 32 tower Meikarta diharapkan selesai dibangun pada Desember 2018 dan akan serah terima unit pada Maret 2019. Namun hingga akhir 2022, baru 10 tower yang siap dihuni oleh pemiliknya, sehingga masih banyak pembeli yang belum menerima unit apartemennya.

Inilah yang membuat para pembeli Meikarta melakukan unjuk rasa. Mereka menuntut pengembalian uang alias refund dari Bank Nobu, selaku pemberi kredit pembiayaan pembelian apartemen tersebut. Ketua Perkumpulan Peduli Konsumen (PPKM) Meikarta, Aep Mulyana menjelaskan langkah ini mereka ambil karena keberatan menunggu serah terima apartemen bertahap hingga 2027, sesuai keputusan PKPU. 

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement