• Uni Eropa merilis regulasi tentang rantai pasokan bebas deforestasi yang akan berlaku penuh 18 bulan setelah aturan tersebut resmi dikeluarkan.
  • Peraturan antideforestasi UE menyasar kakao, kopi, minyak kelapa sawit, kedelai, ternak, kayu, karet, arang, dan kertas cetak. 
  • Presiden Joko Widodo telah menyampaikan keberatannya atas regulasi tersebut saat berpidato di KTT ASEAN-Uni Eropa.

Pada awal Desember 2022, Uni Eropa telah menyepakati regulasi tentang rantai pasokan bebas deforestasi. Ini memicu kekhawatiran dari pemerintah dan perusahaan-perusahaan Indonesia terkait potensinya yang bisa menghambat perdagangan.

Organisasi yang bermarkas di Brussel, Belgia, tersebut masih perlu menyetujui regulasinya secara formal. Peraturan ini kemudian akan mulai berlaku secara keseluruhan 20 hari sejak dirilis, tetapi beberapa pasal akan berlaku 18 bulan setelahnya.

Regulasi ini akan mewajibkan perusahaan lokal dan asing untuk menyediakan pernyataan uji kelayakan (due diligence) bahwa produknya tidak berkontribusi ke penggundulan dan degradasi hutan di mana pun setelah 31 Desember 2020.

“Peraturan baru yang penting ini akan melindungi hutan-hutan di dunia dan mencakup lebih banyak komoditas dan produk seperti karet, kertas cetak, dan arang,” kata Christophe Hansen, Anggota Parlemen Eropa, dalam siaran pers yang dirilis pada 6 Desember 2022. 

Peraturan antideforestasi UE menyasar kakao, kopi, minyak kelapa sawit, kedelai, ternak, kayu, karet, arang, dan kertas cetak. Begitu juga dengan produk-produk turunan dari komoditas-komoditas tersebut, seperti daging, kulit, mebel, dan cokelat.

Indonesia merupakan salah satu negara yang paling terdampak oleh regulasi ini karena merupakan pengekspor utama untuk sebagian besar komoditas-komoditas tersebut. Khusus minyak kelapa sawit, misalnya, Indonesia merupakan pengekspor nomor satu di dunia.

Perusahaan-perusahaan besar yang terdampak akan memiliki waktu 18 bulan untuk mematuhi peraturan antideforestasi itu sejak berlaku. Sementara usaha kecil akan memiliki tenggat 24 bulan.

UE akan mengelompokkan negara-negara berdasarkan risiko deforestasi. Klasifikasi risiko ini akan menentukan proporsi perusahaan yang menghadapi pengecekan oleh negara anggota organisasi supranasional itu.

Negara anggota UE akan mengecek 9% dari perusahaan yang mengekspor dari negara risiko tinggi, 3% dari negara risiko menengah, dan 1% dari negara risiko rendah.

Walaupun tidak ada larangan untuk produk yang tidak patuh, UE menetapkan denda atas ketidakpatuhan hingga 4% dari pendapatan tahunan perusahaan.

PEMERINTAH LANJUTKAN PEMBEBASAN PUNGUTAN EKSPOR CPO
PEMERINTAH LANJUTKAN PEMBEBASAN PUNGUTAN EKSPOR CPO (ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/rwa.)

Hambatan Perdagangan

Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia melaporkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menyampaikan keprihatinannya terkait regulasi produk bebas deforestasi UE. Aturan ini dianggap diskriminatif dan menghambat ekspor komoditas Indonesia.

Presiden Jokowi menyampaikannya lewat pidato di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) kelompok negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) dan UE pada pertengahan Desember 2022 di Brussel. Dia juga meneruskan kekhawatiran ini ke pemimpin Ceko, Belanda, dan Swedia saat bertemu di sela-sela konferensi.

Dalam pidatonya saat memperingati 45 tahun hubungan ASEAN dan UE, Presiden Jokowi mengatakan bahwa ada banyak perbedaan yang kedua pihak perlu selesaikan, meskipun hubungan ini telah membuahkan hasil yang baik.

“Jika ingin kita membangun sebuah kemitraan yang lebih baik, maka kemitraan harus didasarkan pada kesetaraan,” kata Presiden Jokowi. 

“Tidak boleh ada pemaksaan. Tidak boleh lagi ada pihak yang selalu mendikte dan beranggapan bahwa ‘my standard is better than your”.

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengatakan dia telah membahas regulasi komoditas bebas deforestasi UE dengan Menteri Luar Negeri Malaysia Zambry Abdul Kadir pada kesempatan yang sama. Malaysia merupakan pengekspor minyak kelapa sawit terbesar kedua di dunia.

Wakil ketua umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Shinta Kamdani mengatakan bahwa waktu yang diberikan oleh UE untuk mematuhi regulasi antideforestasi tersebut terlalu cepat. 

Menurutnya, perusahaan-perusahaan besar yang terdampak langsung oleh regulasi tersebut diperkirakan telah mengambil langkah untuk menindaklanjuti aturan tersebut.  Namun, asosiasi perusahaan perlu melakukan konsultasi, termasuk dengan pemerintah.

“Ini memang masih ditelaah lebih dalam lagi apa yang harus dilakukan secara bersama-sama,” kata Shinta kepada awak media di sela-sela diskusi Trade Outlook 2023 pada 20 Desember 2022 di Jakarta Pusat.

Sementara itu, Eddy Martono, sekretaris jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengatakan khusus minyak kelapa sawit, para pengekspor masih mengandalkan program sertifikasi keberlanjutan seperti Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Ini bisa menjadi persiapan untuk mematuhi regulasi antideforestasi UE.

“Ya kemungkinan akan berdampak [ke daya saing] kalau nanti macam-macam kriteria lagi yang mesti dipenuhi,” kata Eddy kepada Katadata pada Kamis (22/12/2022). “Makanya kita berharap bersama pemerintah memperjuangkan ini, jangan sampai ekspor kita benar-benar terganggu.”

Secara keseluruhan, UE merupakan salah satu pasar ekspor utama bagi Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada November 2022 menunjukkan nilai ekspor selain minyak dan gas (atau nonmigas) mencapai US$ 1,55 miliar. Ini setara dengan 6,73% dari total nilai ekspor.

Komoditas Berkelanjutan

Organisasi lingkungan Greenpeace Indonesia melihat regulasi produk bebas deforestasi UE sebagai saat yang tepat bagi pemerintah Indonesia untuk memperbaiki transparansi dan pengelolaan komoditas berkelanjutan.

Juru kampanye Senior Hutan Greenpeace Indonesia Syahrul Fitra mengatakan program sertifikasi yang sudah berjalan, seperti ISPO, belum efektif dalam menghentikan penggundulan hutan.

“Kehadiran (regulasi) ini tidak semestinya menjadi hambatan bagi Indonesia, apalagi Indonesia sedang menerapkan beberapa kebijakan yang sebenarnya sudah sejalan dengan arah UE menghentikan deforestasi,” kata dalam siaran pers yang dirilis pada 16 Desember 2022.

Greenpeace Indonesia menambahkan para perusahaan seharusnya tidak perlu membabat hutan lagi untuk menambah luas kebun. Ini karena sudah ada lebih dari 16 juta hektare (ha) kebun dan deforestasi yang dimaksud dalam regulasi UE diukur mulai 31 Desember 2020.

Kontribusi perkebunan kelapa sawit terhadap deforestasi sebetulnya telah menunjukkan tren menurun. Kontribusinya diperkirakan memuncak di 38,25% pada 2008, berdasarkan data dari lembaga riset Our World in Data. Pada 2016, kontribusinya telah turun ke kurang dari 4,71%.

Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) telah menyatakan bahwa peraturan antideforestasi UE dapat memberikan keuntungan kepada jutaan petani dengan menyediakan produk yang bisa ditelusuri. Ketertelusuran (traceability) yang ketat merupakan bagian dari inti regulasi tersebut.

UE menulis bahwa perusahaan-perusahaan akan diwajibkan untuk memberikan informasi geografis yang tepat terkait lahan pertanian yang menjadi tempat komoditas mereka tumbuh. Ini untuk pengecekan kepatuhan terhadap regulasinya.

Sekretaris jenderal SPKS Mansuetus Darto mengatakan bahwa petani akan membutuhkan dukungan dari pemerintah Indonesia dan UE, serta perusahaan, untuk memenuhi persyaratan-persyaratan yang diminta oleh regulasi tersebut, termasuk soal ketertelusuran.



Reporter: Dzulfiqar Fathur Rahman

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami