Otot Besar Bank Syariah BUMN Setelah Merger
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berencana menggabungkan bank-bank syariah milik bank pelat merah menjadi satu. Penggabungan ini Bank syariah dan unit usaha syariah bank-bank BUMN akan digabungkan menjadi satu bank syariah.
Staf khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menyatakan penggabungan bank-bank syariah BUMN menjadi satu holding atau subholding bank syariah BUMN akan dilakukan dalam waktu dekat. "Dalam konsep yang terdekat adalah (penggabungan) bank syariah BUMN, itu dalam waktu dekat," ujar Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga dalam diskusi daring di Jakarta, Senin (28/9).
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir pernah menyatakan rencana merger bank syariah yang dimiliki BUMN, seperti BRI Syariah, BNI Syariah, BTN Syariah, dan Mandiri Syariah. Saat ini kementerian masih mematangkan kajian penyatuan bank-bank syariah tersebut.
Dengan penduduk Indonesia mayoritas muslim, Erick mengatakan potensi perbankan syariah masih sangat besar. Targetnya, merger ini bisa terealisasi pada Februari 2020.
Terdapat tiga Bank Umum Syariah (BUS) dan satu Unit Usaha Syariah (UUS) milik pemerintah yang kepemilikannya melalui Bank Umum Konvensional (BUK). PT Bank Mandiri (Persero) Tbk memiliki anak usaha syariah PT Bank Mandiri Syariah.
Kemudian, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI memiliki PT BNI Syariah. Begitu juga dengan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk alias BRI punya PT Bank BRIsyariah Tbk yang jadi satu-satunya bank syariah BUMN dengan status go public. Sementara, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk alias BTN juga menjalankan bisnis pembiayaan syariah, namun masih dalam bentuk UUS.
Ketua Bidang Pengembangan Kajian Ekonomi Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) Aviliani mengatakan likuiditas bank syariah BUMN bisa mengetat, jika berjalan sendiri-sendiri. Saat ini bank syariah banyak mengandalkan dana dari induknya yang merupakan bank konvensional untuk menyalurkan pembiayaan.
Terlebih lagi, dengan Undang-Undang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Umum Konvensional harus melakukan pemisahan unit (spin off) Unit Usaha Syariah (UUS) menjadi Bank Umum Syariah (BUS). Menurutnya hal ini tidak efektif diterapkan saat ini.
"Kalau jadi BUS, bisa saling memakan debitur, terus bisa jadi bagi-bagi proyek. Buat apa jadi dua perusahaan, dua manajemen?" kata Aviliani kepada Katadata.co.id, Jumat (2/10).
Namun, dengan adanya merger pada bank syariah seperti yang direncanakan pemerintah terhadap bank syariah pelat merah, mungkin bank syariah mendapatkan pendanaan secara mandiri. Sehingga, jika tidak memiliki induk, hal tersebut tidak menjadi masalah pada likuiditas bank syariah.
"Pendanaannya bisa dengan keluarkan obligasi dengan lebih mudah karena kapasitas bank syariah yang lebih besar," katanya.
Semakin Kuat dan Besar dengan Merger
Berdasarkan aset, merger bank syariah BUMN bisa membuat total asetnya berpotensi di atas Rp 244 triliun. Hal tersebut berasal dari aset Bank Syariah Mandiri yang senilai Rp 112,12 triliun per Agustus 2020, ditambah dengan BNI Syariah Rp 49,97 triliun, BRI Syariah Rp 51,8 triliun, dan BTN Syariah yang hingga Juni 2020 tercatat Rp 31 triliun.
Sementara, untuk modal inti tier 1, bank syariah hasil merger ini berpotensi untuk masuk ke jajaran Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 3 yang memiliki modal inti antara Rp 5 triliun - Rp 30 triliun. Jika digabungkan, modal inti ketiga bank syariah milik pemerintah bisa mencapai di atas Rp 19,4 triliun.
Modal inti tersebut berasal dari Bank Syariah Mandiri yang memiliki modal inti senilai Rp 9,44 triliun per semester I 2020. Lalu ditambah modal inti BNI Syariah yang senilai Rp 5,07 triliun dan BRI Syariah Rp 4,93 triliun. Baik aset maupun modal inti, berpotensi lebih besar lagi jika ditambahkan dengan BTN Syariah yang saat ini masih berstatus Unit Usaha Syariah (UUS).
"Dengan merger, Indonesia jadi benar-benar punya bank syariah yang besar. Dari sisi kepentingan, secara nasional mayoritas penduduk kita muslim. Tapi, kalau syariah sekarang, alakadarnya," kata Aviliani.
Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Okie Ardiastama menilai bank syariah BUMN hasil merger ini bisa membuat industri syariah khususnya perbankan menjadi lebih maju dari sebelumnya. Hal ini tentu bisa berpengaruh juga pada pelaku pasar saham karena salah satu bank syariah BUMN, BRI Syariah merupakan emiten yang listing di Bursa.
Menurutnya, pelaku pasar berharap bisa membuat kinerja bank berkode emiten BRIS ini menguat di tahun-tahun yang akan datang. Harapan tersebut terlihat dari kinerja saham BRI Syariah di pasar modal, di mana sejak awal tahun, harganya meroket hingga 134,85% menjadi Rp 775 per saham pada penutupan perdagangan Jumat (2/10).
"Untuk pelaku pasar tentu sentimen tersebut dapat dimanfaatkan dimana prospek berkembangnya bisnis perbankan syariah dapat berdampak pada pergerakan saham dari BRIS," kata Okie kepada Katadata.co.id, Jumat (2/10).
Potensi besar bank syariah BUMN setelah merger juga sempat diungkapkan oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso. Penggabungan empat bank syariah milik perusahaan pelat merah diharapkan bisa menciptakan bank syariah dengan modal inti minimal Rp 30 triliun atau masuk kelompok BUKU IV.
"Kami menyambut baik rencana Kementerian BUMN untuk membentuk satu sinergitas bank syariah yang lebih besar sehingga membentuk bank yang levelnya sama seperti bank buku empat," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam Forum Riset Ekonomi dan Keuangan Syariah Tahun 2020, Senin (21/9).
Saat ini, belum ada satupun bank syariah yang masuk dalam kelompok buku IV. Baru terdapat enam bank konvensional dari total seluruh perbankan yang ada di Indonesia yang masuk dalam kelompok tersebut, yakni Bank Mandiri, BRI, BCA, BNI, Bank CIMB Niaga dan Bank Danamon.
Wimboh menyayangkan hal tersebut lantaran saat ini jumlah perusahaan yang bergerak di sektor keuangan syariah maupun variasinya sangat banyak. OJK mencatat terdapat 14 bank umum syariah, 20 unit usaha syariah, 162 bank pembiayaan rakyat syariah di sektor perbankan.
Selain itu, ada 64 asuransi syariah, 43 pembiayaan syariah, 7 penjaminan syariah, 11 fintech syariah, 76 lembaga keuangan mikro syariah, dan 13 industri non bank syariah lainnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut perbankan syariah sudah membukukan kinerja cukup baik dengan pertumbuhan dua digit pada 2019 dengan pangsa pasar di atas 5%. Namun, seperti industri keuangan lainnya, pandemi Covid-19 juga memberikan dampak bagi perbankan syariah.
"Sehingga ini tantangan yang tidak mudah," ujar Sri Mulyani dalam kesempatan yang sama dengan Wimboh.