Antiklimaks Saham BRI Syariah Pasca-Euforia Merger Bank Syariah BUMN
Harga saham PT Bank BRI Syariah Tbk (BRIS) terus mendaki sejak awal Juli lalu. Dalam empat bulan harganya sudah naik lebih dari tiga kali lipat. Namun, anjlok cepat dalam dua hari terakhir. Apa yang terjadi pada anak usaha PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk ini?
Pada 1 Juli lalu harga saham BRIS masih bertengger di level Rp 306 per saham. Harga sahamnya terus naik hingga Rp 1.500 pada 20 Oktober 2020. Artinya, dalam kurun waktu kurang empat bulan, harga saham bank ini melonjak empat kali lipat.
Namun, dalam dua hari terakhir ini harga sahamnya turun cepat hingga 13,3%. Bahkan, karena dalamnya penurunan tersebut, saham BRIS terkena aturan Auto Rejection Bawah (ARB) pada perdagangan, Rabu (21/10).
Reli saham BRIS disebabkan sentimen positif dari pemerintah yang akan menggabungkan (merger) anak-anak usaha syariah bank pelat merah. Apalagi dalam merger ini BRIS menjadi entitas penerima, yang berarti BNI Syariah dan Bank Syariah Mandiri akan melebur ke BRIS.
Namun, sentimen positif ini seketika luntur setelah BRIS mengumumkan skema merger dalam prospektusnya, Selasa (21/10). Imbas dari penyampaian prospektus tersebut, saham BRIS langsung anjlok 7% ke Rp 1.300 per saham.
Kepala Riset Samuel Sekuritas Suria Dharma menilai kejatuhan saham BRI Syariah dipengaruhi skema yang dipilih dalam proses merger ini. Awalnya pasar memprediksi nilai buku per saham (book value per share/BVPS) BRI Syariah akan naik, dengan berbagai asumsi dan perhitungan.
Namun, setelah pengumuman skema merger, ternyata prediksi ini berbeda. Malah, dengan harga sekarang, valuasinya menjadi tidak murah. Skema merger yang dijelaskan dalam prospektus BRI Syariah, terlihat yang paling diuntungkan adalah induk usaha Bank Syariah Mandiri, yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI).
"BRIS nantinya akan dikonsolidasi ke BMRI. Aset BMRI diperkirakan akan naik 8.5%. Sedangkan BBRI akan turun 3.7% dan BBNI akan turun 5%," ujarnya kepada Katadata.co.id, Kamis (22/10).
Rencana merger ini ditargetkan efektif pada 1 Februari 2021. Meski nama barunya belum ditentukan, BRI Syariah sudah ditetapkan sebagai perusahaan penerima merger. Namun, karena dari sisi nilai, Bank Syariah Mandiri lebih besar, maka Bank Mandiri akan menjadi pemegang saham mayoritas (51,2%) di BRI Syariah setelah merger.
Pemegang saham BNI Syariah, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) mendapat 25%. Sementara pemegang saham BRI Syariah saat ini akan terdilusi. BRI yang saat ini memegang 73% BRI Syariah, kepemilikannya akan terdilusi menjadi hanya 17,4%. Porsi saham publik di BRI Syariah pun nantinya hanya tinggal 4,4%.
Dalam prospektusnya, BRI Syariah memberikan opsi kepada pemegang saham minoritas yang tidak setuju dengan keputusan merger ini untuk menjual sahamnya kepada BRI paling lambat 19 November 2020. BRI akan membeli saham tersebut dengan harga Rp 781,29 per saham sesuai nilai wajar. Padahal, saat ini saja harga saham BRI Syariah Rp 1.300 per saham.
Nilai Perusahaan akan Naik, Harga Saham Belum Mahal
Kepala Riset MNC Sekuritas Edwin Sebayang juga Ketua Umum Asoasiasi Analis Efek Indonesia/AAEI mengatakan secara teknikal kenaikan harga saham yang sangat cepat, pasti akan mengalami puncak dan kembali turun. Kenaikan harga saham BRI Syariah memunculkan beberapa gap diharga Rp 1125 hingga Rp 1200.
"Kenaikan yang demikian cepat juga membuat saham BRIS menjadi overbought sehingga perlu cooling down, makanya tidak heran terjadi profit taking," ujarnya kepada Katadata.co.id, Kamis (22/10). Karena harganya sudah naik cukup tinggi, banyak investor melakukan aksi ambil untung (profit taking) dengan menjual kembali sahamnya.
Secara fundamental merger bank syariah ini sangat bagus. Dalam rilisnya tiga bank BUMN menjelaskan bank hasil merger ini akan masuk peringkat 7 atau 8 dalam daftar 10 bank terbesar di Indonesia dari sisi aset. BRIS akan menjadi bank syariah satu-satunya yang dalam daftar ini.
BRIS juga akan menjadi bank syariah terbesar di Indonesia dari sisi aset dengan total aset mencapai Rp 214,6 triliun. Dalam jajaran dunia, BRIS akan masuk dalam daftar 10 bank syariah global terbesar dari sisi kapitalisasi pasar atau market capitalization.
Menurut Edwin, kejatuhan harga saham BRIS disebabkan banyak isu yang salah kaprah dan cukup menyesatkan beredar saat ini. Isu ini terkait berapa nilai wajar BRIS setelah merger nantinya.
Bahkan, Edwin menilai harga saham BRIS saat ini belum mahal. Karena perhitungannya harga wajar BRIS setelah merger sekitar Rp 1.900-an. "Jadi kejatuhan saham BRIS saat ini adalah suatu opportunity atau kesempatan untuk melakukan pembelian saham tersebut karena saya optimis kedepannya saham BRIS bisa mencapai minimal Rp 2.800-an," ujarnya
Dia mencontohkan Bank Mandiri yang merupakan bank hasil merger empat bank, yakni Bank Exim, Bank Bumi Daya, Bapindo, dan Bank Dagang Negara pada 1999. Saat masuk bursa dan mulai mencatatkan sahamnya di bursa efek pada 2003, harga sahamnya hanya Rp 675 per saham. Sekarang, harga saham BMRI sudah mencapai Rp 5.525.