Optimisme Selimuti Pasar Saham 2021
Kegiatan perdagangan saham pada 2020 segera berakhir, seiring pergantian tahun yang tinggal hitungan hari. Tahun ini, pelaku pasar seperti sedang menaiki roller coaster karena indeks harga saham gabungan (IHSG) kerap naik atau turun secara signifikan.
Seperti yang dialami pada perdagangan 24 Maret 2020, indeks ditutup pada level 3.937 yang menjadi level terendah sepanjang tahun ini sejauh berita ini ditulis. Jika dibandingkan penutupan akhir 2019 lalu, IHSG turun 33,71% hanya dalam tempo 3 bulan saja.
Meski begitu, secara bertahap IHSG mulai kembali menguat. Pada perdagangan 21 Desember 2020 IHSG ditutup pada level 6.165, level tertinggi 2020 sejauh berita ini ditulis. Level tersebut, menjadikan IHSG tercatat menguat 3,8% dibandingkan dengan penutupan akhir tahun lalu.
Naik-turunnya indeks sepanjang tahun ini banyak dipengaruhi oleh pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara, menyebabkan kegiatan terbatas dan ekonomi berguguran. Pandemi memang belum berakhir, tapi beberapa analis menilai optimis pada pasar saham 2021.
PT Mandiri Sekuritas memproyeksi IHSG pada 2021 mampu menembus level 6.850 secara konservatif. proyeksi level tersebut berdasarkan pertimbangan pertumbuhan laba per saham (earnings per share/EPS) yang mampu tumbuh 30% pada tahun depan.
Bukan tidak mungkin, IHSG bisa menembus level yang lebih tinggi, dengan asumsi pertumbuhan EPS mencapai 40%. "Kalau untuk upside skenario, indeks target di kisaran 7.300," kata Head of Equity Research Mandiri Sekuritas Adrian Joezer pada Selasa (22/12).
Salah satu pendorong bertumbuhnya indeks pasar modal dalam negeri, yaitu ketepatan waktu distribusi vaksin Covid-19. Menurutnya, jika distribusi vaksin bisa dipercepat dari jadwal, bisa memberikan kepastian pemulihan ekonomi dalam negeri kepada investor.
Apalagi, pasar modal Indonesia saat ini mulai dikuasai oleh investor domestik. Tren ini diprediksi terus berlanjut hingga tahun-tahun berikutnya, dimana sudah dimulai sejak pertengahan tahun ini. Tren tersebut, menggeser peran investor asing karena likuiditas di pasar keuangan berlimpah di masyarakat.
"Partisipasi domestik itu naik signifikan sekali, jadi suatu yang sangat baik karena likuiditas. Akhirnya, pasar saham Indonesia tidak bergantung oleh asing lagi," kata Adrian.
Ada beberapa sektor yang menjadi pilihan sekuritas anak usaha PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) tersebut untuk 2021. Seperti sektor yang berhubungan dengan domestic siclical recovery yaitu infrastruktur, perbankan, properti, dan ritel. Selain itu, saham kategori sektor defensif adalah telekomunikasi dan farmasi.
Konsultan keuangan Kanaka Hita Solvera memprediksi IHSG di 2021 bisa bergerak lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pergerakan indeks pada 2020. Analis Penyelia Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial memperkirakan IHSG bergerak pada rentang level antara 6.400 sampai 6.600.
Ada beberapa sentimen yang bisa mempengaruhi laju IHSG sepanjang tahun depan, seperti kemenangan Joe Biden dalam pemilu Presiden Amerika Serikat. Kemenangan ini menguntungkan negara berkembang, termasuk Indonesia, ketimbang AS sendiri.
"Biden, less volatility, clear foreign policy, dan trigger massive capital inflows ke saham dan obligasi Indonesia yang sudah lama, 5 tahun under-owned," kata Janson kepada Katadata.co.id.
Sentimen dari dalam negeri yaitu pengesahan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. UU ini dinilai berefek luar biasa ke ekonomi, khususnya sektor manufaktur yang membuat investasi langsung oleh asing semakin meningkat.
Apalagi, di dalam omnibus law tersebut adanya reformasi pajak berupa penurunan pajak korporasi menjadi 20% di 2022. Hal tersebut akan membuat Indonesia menjadi lebih kompetitif dibanding negara Asia Tenggara lainnya.
Menurutnya, sektor konsumer menjadi salah satu yang perlu diperhatikan oleh investor pasar saham. Sektor ini bisa memberikan pertumbuhan positif terhadap laba perusahaan yang dibagi per lembar saham alias Earning Per Share (EPS) pada 2020.
Beberapa saham di sektor konsumer yang bisa menjadi pertimbangan di antaranya PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dengan target harga Rp 13.000 per saham. Lalu, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) dengan target Rp 9.300 per saham. Termasuk saham PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) dengan target Rp 1.850 per saham.
Sektor lain yang patut diperhatikan adalah perusahaan yang bergerak pada tambang nikel. Pasalnya, kendaraan listrik bisa meledak secara global, salah satunya karena Presiden Terpilih AS Joe Biden mengedepankan energi bersih. Untuk itu saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) bisa diperhatikan dengan target harga Rp 5.100 per saham.
Sektor saham perbankan juga memiliki daya tarik tersendiri. "Penemuan vaksin Covid-19 seperti Pfizer dan Moderna, mampu membuat pulihnya permintaan (kredit) di semester pertama 2021," kata Janson.
Dia juga menyarankan untuk memantau saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan target harga Rp 4.200 per saham. Lalu, saham PT bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan target Rp 7.300 per saham. Saham PT Bank Central Indonesia Tbk (BBCA) dengan target Rp 35.000 per saham.
Analis Reliance Sekuritas Lanjar Nafi mengatakan IHSG pada 2021 bisa menyentuh level 6.807. Dia juga mengasumsikan laba per lembar saham bisa tumbuh 13% menjadi 415. Sentimen yang bisa mempengaruhinya datang dari stimulus ekonomi di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat senilai US$ 900 miliar.
Dengan adanya stimulus tersebut, terjadi banjir likuiditas yang cukup besar di pasar. "Otomatis likuiditas di dunia bakal meluap dan lari ke emerging market, termasuk Indonesia bakal dapat dampaknya karena kedatangan investor karena banjir likuiditas," kata Lanjar kepada Katadata.co.id.
Pandemi Covid-19 telah membuat dana dari investor asing ramai-ramai keluar. Ini terlihat dari kepemilikan saham asing di bursa yang sudah cukup rendah yaitu sekitar 32% saja. Lanjar mengatakan asing akan kembali menambah portofolio sahamnya di indonesia.
Dari dalam negeri, implementasi Undang-Undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja bisa menjadi pendorong laju IHSG tahun depan. Indonesia juga akan membentuk Sovereign Wealth Fund (SWF) atau Lembaga Pengelola Investasi (LPI) Indonesia yang dipercaya bisa mendatangkan investasi asing ke proyek-proyek nasional.
Dengan kehadiran ominus law tersebut, hampir semua lini sektor manufaktur bisa mendapatkan imbas positif. Sehingga, saham-saham yang ada di sektor manufaktur, layak menjadi primadona pada 2021 mendatang. Sektor lain yang bisa menjadi primadona di 2021 adalah pertambangan yang berhubungan dengan produksi nikel. Apalagi, Presiden Amerika Serikat Terpilih Joe Biden mengedepankan program energi bersih dan berkelanjutan.
"Clean energy ini otomatis investor melihat akan ada opportunity penggunaan baterai untuk semua listrik. Ini otomatis mendorong ke komoditas nikel untuk menjadi tahunnya mereka karena nikel bahan dasar pembuatan baterai," kata Lanjar.
Berdasarkan asumsi makro ekonomi, Lanjar mengatakan Bank Indonesia kemungkinan besar akan menaikan tingkat suku bunga menjadi 4% dari yang saat ini sebesar 3,75%. Hal itu mengiringi inflasi yang meningkat dengan target 3% dan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,5%.
Perusahaan finansial Amerika Serikat, JP Morgan memprediksi indeks harga saham gabungan (IHSG) bisa menyentuh rekor di level 6.800 pada akhir tahun depan. "Make Indonesia Great Again," menjadi tajuk yang digunakan oleh JP Morgan.
Tim JP Morgan yang diwakili Kepala Riset dan Strategi JP Morgan Indonesia Henry Wibowo menilai, IHSG bisa menembus level tertinggi sepanjang masa, sejalan dengan penguatan nilai tukar rupiah ke Rp 13.500 per dolar Amerika Serikat. Selain itu, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) bisa positif 4%, dari kontraksi 2% pada 2020.
"Yang terbaik masih akan datang. Kami beralih lebih positif pada prospek 2021 untuk ekuitas Indonesia, karena kami memperkirakan IHSG akan mencapai rekor tertinggi," kata Henry mewakili tim riset yang dikutip Kamis (10/12).
Menurutnya, kembalinya aliran dana asing dan pengembangan vaksin Covid-19 bakal menjadi penggerak utama kenaikan indeks. Belum lama ini, tim riset JP Morgan juga meningkatkan status Indonesia dari neutral menjadi Overweight dalam alokasi aset negara. Indonesia juga merupakan salah satu negara pilihan dalam strategi di Asia Tenggara.
Penguatan indeks juga dipengaruhi oleh sudah disahkannya Undang-Undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja pada Oktober 2020 lalu. JP Morgan menilai Omnibus Law ini merupakan perubahan besar untuk memulai salah satu reformasi kebijakan terbesar yang pernah dilakukan Indonesia sejak 1998.
Pengesahan Omnibus Law bertujuan untuk meningkatkan investasi asing langsung (FDI). Omnibus Law juga dipercaya mampu membuat Indonesia menjadi hub manufaktur dan teknologi berikutnya di Asia, seperti kendaraan listrik, baterai, dan cloud data center.
Kenaikan indeks juga dipengaruhi oleh dibentuknya Otoritas Investasi Nusantara yang merupakan dana kekayaan negara alias sovereign wealth fund (SWF). Pembentukan tersebut dinilai penting untuk memberikan pembiayaan alternatif untuk mendorong proyek infrastruktur dan transisi rencana jangka panjang untuk memindahkan ibu kota ke Kalimantan dari Jakarta.
Pemerintah berencana untuk menyuntikkan US$ 5 miliar dari internal dan mengumpulkan US$ 20 miliar dari investor eksternal. "Kami berharap untuk melihat tema yang lebih besar tentang daur ulang aset di badan usaha milik negara, seiring dengan mulai berjalannya rencana SWF," seperti dikutip dari riset JP Morgan.