Permintaan Batu Bara Diperkirakan Akan Anjlok 40% pada 2050
Permintaan baru bara di 2050 diprediksi bakal anjlok 40% dari kondisi saat ini. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin mengatakan hal itu terjadi seiring usaha dunia bertransisi dari energi fosil ke energi baru terbarukan.
Industri batu bara akan menghadapi tantangan besar. Hilirisasi menjadi kunci agar komoditas tambang itu dapat bertahan. Batu bara tidak hanya menjadi komoditas, tapi mendapat nilai tambah menjadi barang jadi. “Pilihan tepat adalah hilirisasi,” katanya dalam diskusi Bimasena Energy Dialogue 4 "Transformasi Bisnis Sektor Batubara Dalam Rangka Mendukung Transformasi Energi Indonesia”, Jumat (19/3).
Pemerintah telah menyiapkan insentif bagi perusahaan yang melakukan hilirisasi. Ada pemberian royalti 0% bagi perusahaan yang mengolah bahan baku (industri hulu) menjadi barang jadi (industri hilir).
Di bagian midstream (industri antara), pemerintah memberikan tax holiday, pembebasan pajak pertambahan nilai atau PPN, dan pembebasan PPN untuk jasa konstruksi yang memakai kandungan lokal. Pemerintah juga menjamin adanya offatker (penyerap) produk hilirisasi.
Ada dua proyek hiliirsasi batu bara yang sedang berjalan. Pertama, PT Bukit Asam Tbk yang menggandeng Pertamina dan Air Product untuk membuat produk dimethyl ether (DME), methanol, dan mono ethylene gylcol (MEG).
Lalu, proyel methanol PT Kaltim Prima Coal di Bengalon, Kalimantan Timur. Ridwan menyebut kedua proyek ini akan beroperasi pada 2024. “Jangan sampai di tengah jalan ada perubahan yang tidak bisa kami kendalikan,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan para pengusaha telah mendapat kepastian soal kewajiban hilirisasi itu. Aturannya telah tertulis dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang mineral dan batu bara (UU Minerba).
Perusahaan-perusahaan yang akan menjalankan hilirisasi, menurut dia, harus dalam kondisi keuangan yang sehat. Sumber pendanaan ke depan makin sulit karena transisi energi global.
Pemerintah perlu memberikan insentif bagi kalangan usaha yang menjalankan program hilirisasi tersebut. “Karena perusahaan tersebut yang dapat menghantarkan batu bara Indonesia bertransformasi,” ujar Hendra.
Keekonomian Hilirisasi Batu Bara
Sebelumnya, Ridwan sempat menyebut keekonomian menjadi tantangan besar proyek hilirisasi batu bara. "Aspek keekonomian adalah tugas besar yang harus kami selesaikan," katanya pada Selasa pekan lalu.
Peningkatan nilai tambah batu bara sebenarnya sudah dibahas oleh para pakar sejak dua dekade silam. Namun, proyek ini tidak pernah terealisasi karena industri pertambangan batu bara saat itu menghadapi banyak kendala mulai dari regulasi hingga teknologi. “Kita sangat lamban dalam konteks peningkatan nilai tambah sumber daya alam,” katanya
Padahal, cadangan batu bara Indonesia besar. Angkanya mencapai 37 miliar ton, yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hingga 62 tahun ke depan.
Pemerintah, menurut Ridwan, kini bertekad agar proyek yang kerap disebut gasifikasi batu bara itu terwujud. “Pemerintah sudah tegas dalam regulasi. Badan usaha sangat komit,” ujarnya.