Harga Nikel Acuan Indonesia Sentuh Level Terendah Sejak Januari 2022
Harga nikel acuan pada November 2023 mengalami penurunan 8% dibandingkan bulan sebelumnya. Angkanya menjadi US$ 18.563,64 per ton metrik kering (dmt), dari bulan sebelumnya US$ 20.190 per dmt.
Pemerintah menetapkan harga itu melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 394.K/MB.01/MEM.B/2023 tentang Harga Mineral Logam Acuan dan Harga Batu Bara Acuan untuk Bulan November Tahun 2023.
Harga November 2023 ini merupakan yang terendah sejak Januari 2022. Melihat tren pada 2023, harga acuan nikel memang sempat meroket pada Februari 2023 lalu yang menyentuh US$28.444 per dmt. Namun setelah itu, angkanya cenderung turun hingga November ini.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Oktober 2023 sejumlah harga komoditas unggulan Indonesia termasuk nikel dan batu bara mengalami penurunan. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini mengungkap penurunan harga terjadi secara bulanan ataupun tahunan.
“Misalkan untuk minyak kelapa sawit, batu bara, nikel dan minyak mentah mengalami penurunan harga, baik secara month-to-month [mtm] dan year-on-year [yoy],” kata Pudji pada Rilis BPS, Rabu (15/11).
Jokowi Bertemu Biden Bahas Nikel
Saat Presiden Joko Widodo bertemu dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden di Gedung Putih, Washington DC, Amerika Serikat, Senin (13/11), keduanya melakukan pembicaraan intens untuk mencapai kesepakatan di bidang mineral penting, khususnya nikel.
Reuters melaporkan, Jokowi dan Biden berbicara tentang cara memajukan kemitraan mineral potensial yang bertujuan untuk merangsang perdagangan nikel logam baterai kendaraan listrik (EV), dan langkah-langkah formal untuk menjalin kemitraan.
Indonesia berupaya untuk masuk ke dalam ekosistem industri baterai kendaraan listrik AS seiring besarnya insentif dari Undang-Undang Pengurangan Inflasi (Inflation Reduction Act/IRA) untuk industri teknologi bersih, termasuk industri baterai kendaraan listrik, yang nilainya mencapai US$ 370 miliar.
“Namun Pemerintah AS masih mengkhawatirkan standar lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) di Indonesia dan sedang mengkaji bagaimana kesepakatan tersebut bisa berjalan,“ kata sumber tersebut seperti dikutip Reuters.