4 Langkah Agar Hutan Bebas Emisi di 2030 Tak Sekadar Target

Mahawan Karuniasa
Oleh Mahawan Karuniasa
13 November 2021, 11:00
Mahawan Karuniasa
Katadata/Ilustrasi: Joshua Siringo-Ringo
Foto udara lahan gambut yang terbakar di wilayah Jalan Dulin Kandang, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Sabtu (24/4/2021). Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di atas lahan gambut seluas lima hektare tersebut berhasil dipadamkan oleh petugas gabungan yang terdiri dari Tim Pemadam kebakaran Dinas Kehutanan, TNI, Polri, BPBD, Manggala Agni dan relawan pemadam kebakaran.

Pekan lalu, Indonesia bersama lebih dari 100 pemimpin negara menyepakati Leaders Declaration on Forests and Land Use. Salah satu komitmen Indonesia dalam deklarasi ini adalah mencapai net-sink emission atau sektor kehutanan dan pengunaan lahan (forestry and land use/FoLU) yang bebas emisi pada 2030.

Deklarasi Indonesia sejalan dengan rencana pemerintah dalam strategi jangka panjang rendah karbon dan ketahanan iklim (Long Term Strategi for Low Carbon and Climate Resilience 2050/LTS-LCCR). Target tersebut diharapkan dapat berkontribusi untuk meredam laju kenaikan suhu bumi di angka 2 derajat Celcius pada 2050.

Berdasarkan dokumen tersebut, strategi pemenuhan target net sink FoLU ditempuh melalui upaya pencegahan pelepasan karbon yang secara signifikan menyumbang emisi. Di antaranya adalah dekomposisi gambut (penguraian komponen organik), kebakaran gambut, dan deforestasi.

Komponen sektor kehutanan dan lahan sebenarnya juga dapat dimanfaatkan menjadi sumber penyerapan karbon. Caranya melalui regenerasi hutan sekunder (hutan alam yang tak utuh), pengembangan hutan tanaman industri, pengembangan tanaman perennial (tanaman tahunan seperti kelor, pepaya), serta penanaman hutan tanpa rotasi.

 Setidaknya ada empat langkah yang perlu dilakukan secara konsisten oleh pemerintah Indonesia agar pengurangan emisi sektor FoLU sesuai target.

1. Restorasi lahan gambut

Guna menekan emisi dari proses dekomposisi dan kebakaran gambut ke titik nol, perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut sangat strategis. Sebab, angka emisi dari dekomposisi dan kebakaran gambut mencapai 50% dari total emisi kehutanan dan pertanian.

Dua hal tersebut dapat tercapai melalui restorasi lahan gambut minimum seluas 2,7 juta hektare pada tahun 2030. Upaya restorasi perlu dilakukan terintegrasi dengan perencanaan keseluruhan ekosistem gambut melalui Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (RPPEG).

Melalui rencana tersebut, upaya pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, dan pengawasan ekosistem gambut dapat disusun secara komprehensif. Penyusunan dan pelaksanaan dokumen tersebut harus dilakukan secara terintegrasi dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat.

2. Menekan angka deforestasi di konsesi swasta

Komponen sumber emisi kedua adalah deforestasi. Dalam strategi jangka panjang sektor kehutanan, Indonesia menargetkan pencegahan lebih dari 3 juta hektare hutan dari deforestasi pada tahun 2030.

Target ini dapat dicapai jika Indonesia terus konsisten menekan angka deforestasi. Tren deforestasi yang menurun 75% selama 2019-2020 harus dilanjutkan pada tahun-tahun berikutnya.

Nah, peran swasta dalam mencegah deforestasi amat besar. Sebab, sekitar 9,8 juta hektare hutan alam Indonesia berada di dalam konsesi perusahaan dan kawasan areal penggunaan lain (APL) yang dikelola pemerintah daerah.

Halaman:
Mahawan Karuniasa
Mahawan Karuniasa
Dosen Program Studi Ilmu Lingkungan
Artikel ini terbit pertama kali di:

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...