Berita Kehutanan Terbaru dan Terkini Hari Ini - Katadata.co.id

Temuan WALHI di sepuluh provinsi, seluruh proses penertiban kawasan hutan justru menimbulkan masalah baru. Tidak menjawab pemulihan ekologi dan pemulihan hak rakyat sebagai substansi utama.

Digitalisasi yang sesungguhnya akan mengubah tatanan dan memperlihatkan siapa yang bermain di balik konsesi hutan.

Selama ini, tumpang tindih batas antara hutan negara, hutan hak, dan hutan ulayat milik masyarakat adat telah menjadi pemicu utama konflik agraria di sektor kehutanan.

Mekanisme validasi berbasis bukti menjadi krusial agar informasi dalam dasbor benar-benar mencerminkan kondisi komoditas di Indonesia.

UU Kehutanan seharusnya tidak mengatur penguasaan negara atas hutan, tapi fungsi ekologis hutan yang harus dilindungi. Bukan justru hutan untuk dibagi-bagi dan dieksploitasi.

Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni mengatakan perdagangan karbon dari sektor kehutanan segera diresmikan.

Plh. Kepala Biro Hukum KLHK, Herdianto, mengatakan penilaian tersebut berdasarkan hasil penilaian Kementerian Hukum terhadap IRH tahun 2024 KLHK atas data yang diunggah tahun 2023.

RUU Masyarakat Adat saat ini sudah masuk prolegnas 2025.

Pemerintah akan membentuk satuan tugas (Satgas) untuk menyelesaikan permasalahan lahan perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan Indonesia.

Menteri Kehutanan (Menhut), Raja Juli Antoni, menargetkan nilai investasi sektor kehutanan pada 2025 diperkirakan mencapai sebesar Rp 19,9 triliun.

Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni menegaskan pentingnya transparansi data sektor kehutanan pada rapat perdana dengan jajarannya.

KLHK mencatat hampir 1,3 juta kepala keluarga (KK) di Indonesia memanfaatkan lahan di kawasan hutan.

Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan pada 2022 gas rumah kaca nasional sebesar 1.220 metrik ton setara karbon dioksida. Secara Business as Usual (BAU) menunjukkan pengurangan 42% dibandingkan 2021.

Perdagangan karbon di sektor kehutanan memiliki nilai ekonomi yang tinggi tetapi belum masuk ke bursa karbon.

Gugus tugas antara Indonesia, Malaysia, dan Uni Eropa dibentuk untuk mengatasi kekhawatiran yang diangkat oleh Indonesia dan Malaysia terkait dengan implementasi aturan EUDR.