Masalah perberasan seolah tidak pernah ada habisnya. Akhir tahun lalu, Direktur Utama Badan Urusan Logistik (Bulog) Budi Waseso sempat berseteru dengan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, soal kebijakan impor beras karena produksi nasional yang dianggap kurang cukup. Kini, Bulog mengaku kesulitan menyerap beras petani karena stok beras digudangnya penuh.

Setelah dipaksa mengimpor beras dalam jumlah besar tahun lalu, kini Bulog mengaku kesulitan menjualnya. Beras Bulog yang sebelumnya disalurkan untuk program bantuan sosial Beras Sejahtera (Rastra) kini ditutup, digantikan program Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT). Di sisi lain, pasokan beras yang sedang melimpah di pasar membuat Bulog tidak bisa melakukan operasi pasar untuk mengurangi stok berasnya di gudang.

Program BPNT mulai aktif sejak 2017 untuk menggantikan program Rastra secara bertahap. Saat itu, BPNT dimulai di 44 kota dengan jumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) sebanyak  1,3 juta rumah tangga, dan anggaran Rp 1,69 triliun. Penerima BPNT telah meningkat menjadi 15,6 juta rumah tangga dengan anggaran yang digelontorkan pemerintah mencapai Rp 20,59 triliun.

(Baca juga: Kisruh Berjilid-jilid Impor Beras yang Berujung “Perang” Menteri)

Melalui BPNT, pemerintah memberikan uang tunai sebesar Rp 110 ribu per bulan kepada keluarga penerima manfaat (KPM) untuk membeli beras dan telur. Berbeda dengan rastra yang memberikan bantuan langsung dalam bentuk beras sebanyak 10 kilogram per bulan, yang dipasok dari Bulog. Mulai Juni 2019, pemerintah menghentikan program rastra.

Bulog menilai pengalihan program ini akan membuat BUMN tersebut merugi. Sejak BPNT dimulai, penyaluran beras Bulog berangsur berkurang. Data Bulog mencatat penyaluran berasnya pada 2015 mencapai 3,2 juta ton. Kemudian turun menjadi 2,7 juta ton pada 2016 dan 2,5 juta ton pada 2017. Tahun lalu, penyaluran beras Bulog hanya 1,2 juta ton. Dengan berakhirnya program rastra pada Mei ini, Bulog hanya mampu menyalurkan 354 ribu ton.

Masalahnya, Bulog juga harus menyerap beras hasil produksi petani yang ditargetkan 1,8 juta ton tahun ini. Artinya masih ada 1,4 juta ton beras di gudang Bulog yang belum jelas ke mana akan disalurkan. Apalagi saat ini sudah memasuki panen raya padi. Hingga pertengahan Mei ini, Bulog hanya mampu menyerap sekitar 430 ribu ton. Padahal, sepanjang 2015-2018, Bulog mampu menyerap 1 juta ton pada semester pertama.

(Baca: Bulog Siapkan Anggaran Rp 10 Triliun untuk Serap 1,8 Juta Ton Beras)

Menurut Buwas, pemerintah harus memiliki komitmen untuk menyalurkan cadangan beras pemerintah yang ada di gudang Bulog. "Apa tidak perlu cadangan pangan di Bulog? Kalau tidak perlu, Bulog tidak usah pegang cadangan lagi," ujarnya di Gedung DPR, Rabu (15/5).

Stok Beras
Stok Beras Bulog (ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/foc)

Beras Impor 2018 Masih Menumpuk di Gudang Bulog

Tahun lalu, pemerintah mengeluarkan kebijakan impor beras sebanyak 2 juta ton. Bulog mendapatkan tugas melaksanakan impor tersebut. Namun, Bulog tidak merealisasikan impor dari kuota yang sudah ditetapkan. Dari total 2 juta ton, Bulog hanya mengimpor 1,8 juta ton. Hal ini pun sempat membuat ketegangan di antara Bulog dan Kementerian Perdagangan.

Menteri Enggartiasto Lukita mengatakan Bulog harus tetap merealisasikan sisa kuota impornya di 2018, karena kementeriannya sudah mengeluarkan izin. Kebijakan ekspor ini merupakan hasil rapat koordinasi tingkat menteri untuk menjaga stabilisasi harga di pasar.

(Baca: Kisruh Anomali Harga Beras Akibat Salah Kebijakan dan Hitungan)

Namun, Buwas tetap menolak dengan alasan stok beras masih banyak dan gudangnya sudah penuh. Bulog tak mampu lagi menampung beras impor. Bahkan, Bulog pun sampai menyewa gudang swasta dan meminjam gudang milik Polri. Dia menolak impor dengan asumsi kebutuhan beras masih cukup sampai akhir 2018.

Benar saja, kuota impor yang ditetapkan pemerintah terlalu besar tahun lalu. Makanya sisa berasnya masih menumpuk hingga sekarang. Buwas mengatakan dari total 1,8 juta ton beras yang diimpor, yang terpakai hanya 150 ribu ton. “Sampai sekarang beras kami tidak keluar. Kami menyerap terus dari petani. Sekarang kebutuhan beras di pasar melimpah, kami tidak bisa operasi pasar,” kata Buwas. Stok yang melimpah pun membuat harga beras cenderung turun sejak Februari lalu.

Tren Harga Beras
 

Stok beras di gudang Bulog menumpuk karena sisa beras impor tahun lalu dan penyerapan beras petani yang tidak bisa disalurkan. Data Bulog mencatat hingga 13 Mei 2019, stok berasnya mencapai 2,1 juta ton. Stok beras ini sulit disalurkan, karena stok beras di pasar pun sedang melimpah akibat panen raya. Sementara, dengan kondisi gudang yang penuh, Bulog tidak sanggup lagi menyerap beras hasil produksi petani.

(Baca: Musim Panen Raya, Nilai Tukar Petani Turun 0,49%)

Sisa beras impor yang menumpuk di gudang, sangat membebani. Bulog harus membayar sewa gudang untuk menyimpan beras-beras tersebut. Beras yang disimpan berlama-lama bisa membuat kualitasnya turun, tidak layak lagi dikonsumsi, yang akhirnya bisa dibuang sia-sia.

Sudah penuhnya kapasitas gudang, menghambat tugas Bulog menyerap beras petani yang sedang panen saat ini. Hingga pertengahan Mei ini, Bulog hanya mampu menyerap kurang dari 500 ribu ton beras petani.

Fenomena minimnya serapan beras Bulog sempat terjadi pada awal 2018. Saat itu kemampuan Bulog menyerap beras petani hanya 56,7 persen atau 2,2 juta ton dari target 3,7 juta ton pada 2017. Bedanya, stok beras Bulog pada akhir tahun saat itu sedikit, hanya 700 ribu ton. Tak hanya itu, operasi pasar yang berhasil direalisasikan perseroan pada 2017  juga hanya sebesar 58.102  ton.

Dampaknya cukup mengkhawatirkan, harga beras melonjak tajam. Kala itu, Harga Eceran Tertinggi (HET) beras sebesar RP 9.450 per kilogram tidak mampu membendung kenaikan harga yang bisa menyentuh Rp 12.000 per kilogram. Untuk menjadikan harga jual kembali stabil, pemerintah langsung memutuskan opsi impor 500 ribu ton untuk menutup kekosongan di gudang Bulog.

(Baca: Mengukur Kemampuan Bulog Menyerap Beras Petani)

Bulog Minta Pasok Beras untuk Program Bansos, TNI, Polri dan PNS

Bulog pun mengeluhkan kesulitannya menyalurkan beras kepada pemerintah dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden Jokowi, sebelum Ramadan lalu. BUMN pangan ini mengusulkan agar pemerintah kembali membuka penyaluran berasnya melalui BPNT serta penyediaan beras untuk anggota TNI, Polri dan pegawai negeri sipil (PNS). Usulan ini pun mendapat dukungan dari Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Kalla mengatakan bantuan sosial pangan untuk masyarakat dalam bentuk tunai akan diberikan dalam bentuk beras. “Kami akan kembalikan lagi ke rastra. Jadi, beras langsung ke masyarakat. Kenapa demikian? Karena Bulog tidak tahu mau diapakan berasnya,” ujarnya di Jakarta, seperti dikutip Antara, Kamis (9/5).

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan masih mengkaji skema penyaluran beras Bulog untuk BPNT. "BPNT dan Bulog sama-sama akan kita majukan. Sedang dikaji sistem yang baik untuk penyaluran berasnya," kata Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdalifah Mahmud kepada Katadata.co.id, Rabu (15/5).

(Baca: Kemenko Ekonomi Kaji Perubahan Skema Bantuan Pangan Non-Tunai ke Beras)

Kalangan pengamat pun mengkritisi rencana kebijakan ini. Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman menilai, perubahan program BPNT ini sebuah kemunduran. Dia menganggap BPNT jauh lebih membantu masyarakat, karena bisa memilih beras yang akan dibeli. Sedangkan dengan perubahan ini, masyarakat dipaksa membeli beras Bulog.

Sementara, Buwas mengatakan sistem perberasan nasional masih dikuasai mafia. Penyaluran beras dari Bulog untuk BPNT, TNI, Polri, PNS dan Kartu Sembako dapat mengurangi praktik mafia. "Mafia beras yang selama ini merusak tatanan perberasan saya pastikan rontok. Saya janjikan itu, asalkan Bulog diberi kewenangan penuh menyalurkan beras dalam program BPNT, Kartu Sembako serta beras untuk PNS, TNI, dan Polri,"

Masyarakat tidak perlu khawatir dengan beras yang disediakan Bulog. Buwas menjamin kualitas beras Bulog sekarang sudah sangat baik, bahkan setara dengan kualitas premium. Dia berharap agar Presiden segera menerbitkan instruksi (Inpres) penetapan Bulog sebagai penyalur tunggal beras untuk program BPNT.

(Baca: Gudang Penuh, Bulog Minta Pemerintah Kembalikan BPNT ke Rastra)

Selain usulan memasok beras untuk program BNPT, TNI, Polri dan PNS, Bulog juga menyiapkan langkah lain untuk penyaluran berasnya, yakni dengan menjualnya ke luar negeri. Buwas mengaku telah melakukan penjajakan dengan tiga negara tujuan ekspor, antara lain Timor Leste dan beberapa negara tetangga di Asia Tenggara.

Meski berencana melakukan ekspor, Bulog juga memastikan kebutuhan beras di dalam negeri masih bisa terpenuhi hingga akhir tahun. Dia meyakini tahun ini Indonesia tidak akan lagi mengimpor beras.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami