Petani Sawit Tagih Pencairan Dana Sarana dan Prasarana dari BPDPKS
Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) menagih pencairan dana dukungan sarana dan prasarana terkait pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS) yang diajukan petani pada 2016-2021 ke Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Dana tersebut bisa digunakan untuk pembangunan pabrik minyak kelapa sawit mini berbasis koperasi yang rencananya akan dibangun pemerintah pada Januari 2023.
Ketua Umum Apkasindo, Gulat Manurung , mengatakan bahwa pabrik yang akan memproduksi minyak makan merah (Red Palm Oil/RPO) tersebut masuk dalam kriteria dukungan sarana dan prasarana yang menjadi program BPDPKS. Dia berharap, BPDPKS dapat mendukung setidaknya 75% dari total dana yang dibutuhkan dalam pembangunan pabrik RPO.
"Uang yang dipungut BPDPKS itu (Pungutan Ekspor) adalah TBS (Tandan Buah Segar) kami yang menanggung. Jadi, wajar saja kalau kami mengajukan dana (dukungan) sarana dan prasarana," kata Gulat kepada Katadata, Rabu (20/7).
Gulat menyampaikan, BPDPKS tidak pernah mencairkan dana dukungan sarana dan prasarana terkait pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS) yang diajukan petani pada 2016-2021. BPDPKS baru menyetujui pendirian tiga PKS milik petani pada tahun ini, yakni di Papua Barat, Kalimantan Barat, dan Banten.
Sebelumnya, Gulat mengatakan, investasi yang diperlukan untuk membangun sebuah pabrik RPO berkapasitas 10 ton per hari adalah Rp 15 miliar. Angka ini lebih rendah dari perkiraan pemerintah senilai Rp 23 miliar.
Dengan kata lain, total pembiayaan yang dibutuhkan untuk membangun 110 unit pabrik RPO adalah Rp 1,65 triliun. Artinya, dana yang harus ditanggung BPDPKS setidaknya Rp 1,23 triliun untuk membangun seluruh pabrik RPO tersebut.
Menurutnya, pembangunan pabrik tersebut sesuai dengan visi dan misi pendirian BPDPKS. Pada 2021, dana PE yang ditarik dari industri sawit nasional mencapai Rp 71,46 triliun.
Gulat menilai angka tersebut jauh lebih rendah dari kerugian yang dialami petani sawit selama dua bulan terakhir sebesar Rp 26 triliun. Kerugia disebabkan karena perbedaan rata-rata harga antara referensi Dinas Perkebunan (Disbun) di 22 provinsi dan harga di lapangan.
"Mei-Juni 2022, kerugian kami sudah mencapai Rp 26 triliun. Tentu investasi Rp 1,65 triliun ini sangat kecil dibandingkan kerugian kami, petani sawit," kata Gulat, Selasa (19/7).
Solusi Harga Rendah TBS
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo dan jajaran kabinetnya telah membahas usulan pembangunan pabrik minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan minyak makan merah (red palm oil/RPO) mini berbasis koperasi. Pembangunan pabrik mini ini rencananya akan dimulai Januari 2023.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop-UKM), Teten Masduki, mengatakan bahwa upaya tersebut dilakukan sebagai salah satu solusi untuk menyerap tandan buah segar (TBS) dari petani sawit yang terkadang sulit dijual dan harganya rendah. Petani juga kerap tidak punya teknologi untuk mengolah sawitnya menjadi CPO dan RPO.
"Pak Presiden tadi sudah menyetujui untuk pembangunan minyak makan merah berbasis koperasi. Ini saya kira akan menjadi solusi karena 35 persen produksi sawit atau CPO ini berasal dari petani mandiri, petani swadaya," ujar Teten dalam keterangannya selepas mengikuti rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (18/7).
Dia mengatakan, hal ini juga menjadi solusi bagi distribusi minyak makan kepada masyarakat, karena luas lahan petani mandiri sebesar 41 persen lebih. "Karena minyak makan merah ini sudah diketahui sehat, kandungan proteinnya tinggi, kandungan vitamin A-nya tinggi," ujar Teten.
GAPKI mencatat total produksi minyak sawit dalam negeri pada Mei 2022 sebesar 3,4 juta ton. Jumlah itu turun 19,7% dari 4,2 juta ton pada April 2022.
Rinciannya, produksi crude palm oil (CPO) pada Mei 2022 sebesar 3,1 juta ton, turun 19,8% dari bulan sebelumnya yang sebesar 3,8 juta ton.