Desain Rinci Pabrik Minyak Makan Merah Rampung, Biaya Produksi Murah
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah atau Kemenkop UKM bekerja sama dengan PT Perkebunan Nusantara atau PTPN untuk merampungkan detailed engineering design (DED) pabrik minyak makan merah. Internal Rate of Return (IRR) pabrik minyak makan merah tersebut mencapai 35%, yang berarti investasinya cukup menjanjikan.
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, mengatakan bahwa keuntungan investasi yang besar tersebut disebabkan karena model bisnis minyak makan merah tidak membutuhkan ongkos logistik untuk mengangkut tandan buah segar sawit menuju pabrik. Pembangunan pabrik akan dilakukan di sekitar kebun kelapa sawit petani.
Pabrik minyak makan merah akan diuji coba pada awal 2023 pada tiga proyek percontohan di Sumatera Utara. Dua unit pabrik berada di wilayah PTPN IV dan satu unit di wilayah PTPN IV.
"IRR-nya besar karena pasarnya besar. Selain itu, supply chain nya lebih pendek, kami sudah hitung proses produksinya lebih murah. Pabrik minyak makan merah ini terintegrasi dari pabrik, kebun, dan konsumennya," kata Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki di Kantor Kemenkop UKM, Senin (12/9).
Teten mengatakan proyek percontohan pabrik minyak makan merah akan menguntungkan bagi petani. Pasalnya, pabrik minyak makan merah membuat petani bisa memproduksi sendiri hasil kebunnya.
Teten optimistis seluruh produksi dari pabrik minyak makan merah akan terserap oleh masyarakat di sekitar kebun. Namun demikian, kapasitas produksi masing-masing pabrik tersebut ditaksir baru dapat memenuhi permintaan pada dua kecamatan di sekitar pabrik.
Sebagai informasi, kapasitas produksi proyek percontohan pabrik minyak makan merah yang akan dibangun pada kuartal IV-2022 tersebut adalah 10 ton per hari. Artinya, satu pabrik dapat mengolah lebih dari 3.000 ton per tahun.
Selain itu, Teten mengatakan, rasio biaya dan pendapatan proyek percontohan pabrik M3 tersebut mencapai 1,28. Seperti diketahui, jika rasio biaya sebuah proyek di atas 1, proyek tersebut dipastikan akan menghasilkan pendapatan bersih yang positif alias menguntungkan.
Direktur Produksi dan Pengembangan PTPN, Mahmudi, mengatakan ada dua alasan yang membuat indikator keuangan proyek pilot pabrik M3 sangat tinggi, yakni peniadaan biaya logistik dan dukungan air baku dari PTPN. Menurutnya, kedua hal tersebut dimungkinkan lantaran pabrik M3 yang akan dibangun menempel atau sangat dekat dengan pabrik kelapa sawit atau PKS milik PTPN.
Mahmudi menjelaskan petani sawit tetap mengirimkan TBS sawit kepada PKS PTPN yang tergabung dalam proyek pilot tersebut. Petani sawit yang dimaksud telah bergabung dengan koperasi yang menjadi mitra PTPN dalam proyek pilot tersebut.
Dalam pembuatan M3, koperasi yang bekerjasama dengan PTPN melakukan titip olah untuk mengubah TBS sawit menjadi minyak sawit mentah atau CPO. Setelah itu, CPO akan disalurkan melalui pipa ke pabrik yang dimiliki oleh koperasi untuk diolah menjadi minyak makan merah.
Secara sederhana, pabrik yang akan dibangun adalah pabrik penyulingan CPO menjadi minyak makan merah atau refined palm oil. Dalam proses penyulingan tersebut, PTPN akan mendukung penyediaan air baku dalam proses penyulingan yang dilakukan pabrik minyak makan merah.
Dengan kata lain, biaya produksi minyak makan merah akan sangat efisien lantaran ada dua biaya produksi pokok yang ditekan oleh PTPN. "Makanya hitung-hitungan indikator investasinya agak tinggi karena P+pabrik minyak makan merah nempel dengan PKS PTPN," kata Mahmudi.
Terakhir, Mahmudi menjamin harga minyak makan merah yang dinikmati oleh masyarakat akan jauh lebih murah dibandingkan minyak goreng sawit saat ini. Pasalnya, proses produksi minyak makan merah lebih pendek daripada minyak goreng sawit saat ini.
Selain proses produksi, Mahmudi mengatakan bahwa PTPN juga akan mendorong proses pemasaran hasil produksi pabrik minyak makan merah langsung ke daerah sekitar pabrik. Alhasil, pabrik minyak makan merah juga meniadakan biaya pergudangan.
GAPKI mencatat total produksi minyak sawit dalam negeri pada Mei 2022 sebesar 3,4 juta ton. Jumlah itu turun 19,7% dari 4,2 juta ton pada April 2022.