Gelombang PHK Ancam Ekonomi RI, Ini Sektor yang Paling Terdampak

Tia Dwitiani Komalasari
28 Oktober 2022, 23:20
Sejumlah korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mendirikan tenda dan bermalam sebagai bentuk protes di depan kantornya, Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (9/7/2020).
ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/nz
Sejumlah korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mendirikan tenda dan bermalam sebagai bentuk protes di depan kantornya, Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (9/7/2020).

Ketidakpastian dan instabilitas perekonomian global telah berdampak pada industri di tengah pemulihan bisnis. Hingga saat ini, gelombang pemutusan hubungan kerja atau PHK masih mengancam perekonomian.

Ketua Umum Kamar Dagang Industri atau Kadin, Arsjad Rasjid, mengatakan bahwa gelombang PHK pada startup secara global telah terjadi pada 2022. Saat ini, gelombang PHK terutama sektor padat karya masih terus mengancam perekonomian.

Dia mengatakan, tingginya inflasi di beberapa negara, terutama negara mitra strategis perdagangan Indonesia menyebabkan menurunnya permintaan secara signifikan.

"Hal tersebut memberikan sinyal negatif pada dunia usaha, terutama sektor padat karya yang berorientasi ekspor, seperti industri
alas kaki hingga garmen," kata Arsjid kepada Katadata.co.id, Jumat (28/10).

Data dari asosiasi menyebutkan bahwa permintaan untuk komoditas ekspor industri alas kaki atau sepatu menurun hingga 50%. Sementara permintaan ekspor industri garmen turun hingga 30%.

Disisi lain, Arsjid mengatakan, depresiasi mata uang yang terjadi di Indonesia meningkatkan biaya produksi dan membebani perusahaan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik atau BPS, 77,8% impor Indonesia berupa bahan baku atau penolong yang sangat sensitif terhadap perubahan nilai tukar rupiah. Kendala rantai pasok global imbas dari konflik geopolitik Rusia dan Ukraina yang belum selesai juga memberikan tekanan pada ongkos produksi.

PHK keputusan terakhir

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Ketenagakerjaan, Adi Mahfudz, mengatakan tidak semua sektor industri melakukan PHK. Sektor yang saat ini melakukan PHK biasanya adalah usaha padat karya yang berorientasi ekspor.

"Memang saat ini ada penurunan order antara 40-60%. Jadi arus produksi terhambat. Artinya, cashflow tidak berjalan," ujarnya.

Dia mengatakan, kebijakan PHK sudah melewati proses yang panjang. Pelaku usaha sebenarnya sudah berupaya untuk menghindari PHK.
"PHK adalah keputusan terakhir jika perusahaan tidak memiliki kemampuan membayar," ujarnya.

Selain padat karya, Adhi mengatakan, PHK juga banyak terjadi di sektor start up. Menurut dia, hal itu dipengaruhi oleh belum stabilnya iklim usaha sektor teknologi di Indonesia.

"Teknologi di Indonesia kan belum terstruktur, sistematis dan masif," ujarnya.

PHK industri tekstil sejak September

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia atau API, Jemmy Kartiwa Sastraatmadja,  mengatakan bahwa industri tekstil dan produk tekstil atau TPT sudah melakukan PHK sejak September 2022. Kinerja industri TPT anjlok akibat permintaan global yang menurun signifikan.

Jemmy mengatakan jika sebagian karyawan industri TPT kini telah dirumahkan. Bahkan sudah ada perusahaan yang  melakukan PHK seperti salah satu pabrik yang ada di Jawa Barat.

"Sekarang sudah di tahap tidak aman, karena sudah ada pengurangan pegawai. Sinyal buruknya sudah ada. Sudah berlangsung pengurangannya, tanda-tandanya dari bulan September merambatnya," ujarnya kepada Katadata.co.id, pada Rabu (26/10).

Menurut Jemmy saat ini banyak perusahaan tekstil yang sudah mengurangi jam operasional perusahaannya. "Jadi dulu biasanya rata-rata perusahaan tekstil bekerja 7 hari dalam satu minggu, tiap hari bekerja selama 24 jam. Namun sekarang hanya bekerja maksimum 5 hari, pada Sabtu-Minggu diliburkan," ujarnya.




Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...