Amerika Tak Akan Hadiri Pertemuan G20 di Indonesia Bila Ada Putin
Amerika Serikat menyatakan menolak tegas rencana kehadiran Presiden Rusia Vladimir Putin di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Indonesia. Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan tidak akan berpartisipasi dalam pertemuan G20 bila diikuti Rusia.
Berbicara di House Financial Services Committee, Yellen mengatakan dia telah menjelaskan posisi itu kepada menteri keuangan lainnya dalam grup.
"Presiden Biden menjelaskan, dan saya tentu setuju dengannya, bahwa tidak bisa Rusia terlibat dalam bisnis seperti biasanya di lembaga keuangan mana pun," kata Yellen, dikutip dari CNN, Kamis (7/4).
Amerika telah meminta agar Indonesia mengeluarkan Rusia dari forum G20. "Dia meminta agar Rusia dikeluarkan dari G20 dan saya telah menjelaskan kepada rekan-rekan saya di Indonesia bahwa kami tidak akan berpartisipasi dalam sejumlah pertemuan jika Rusia ada di sana."
Sejumlah pertemuan menteri keuangan G20 dijadwalkan pada akhir bulan ini. Akan ada beberapa pertemuan tingkat menteri sebelum KTT para pemimpin G20 pada November di Indonesia.
Pejabat lain mengatakan Gedung Putih mempersiapkan kemungkinan Presiden AS Joe Biden tidak menghadiri KTT G20 tahun ini jika Rusia berpartisipasi.
Biden mengatakan selama konferensi pers di Brussels bulan lalu bahwa Rusia harus dikeluarkan dari G20, tetapi perlu ada kesepakatan di antara anggota lain untuk meresmikan langkah tersebut.
Penolakan atas rencana kedatangan Vladimir Putin ke KTT G20 juga dikecam banyak pemimpin dan tokoh politik. Politisi Hillary Clinton menyerukan agar memboikot pertemuan G20 bila Putin hadir.
Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau menyampaikan keberatannya saat bertemu dengan Presiden Jokowi selaku tuan rumah pertemuan pemimpin 20 negara ekonomi terbesar dunia tersebut. Dia mengatakan dirinya tak ingin melihat Presiden Rusia itu hadir di Bali pada November mendatang.
“Sangat sulit bagi kami dan akan tidak produktif bagi G20,” kata Trudeau dikutip dari AFP, Jumat (1/4).
Trudeau mengatakan pertemuan G20 membicarakan pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia. Sedangkan langkah Rusia menginvasi Ukraina bisa menjungkirbalikkan pertumbuhan dan menimbulkan krisis.
“Intinya, tidak mungkin Vladimir Putin hadir di pertemuan dan berpura-pura semua baik-baik saja,” katanya.
Indonesia selama ini menyatakan netralitasnya akan mengundang semua anggota seperti yang telah dilakukan presidensi sebelumnya.
Staf Khusus Menteri Luar Negeri untuk Penguatan Program-Program Perioritas Dian Triansyah Diani mengatakan Presidensi G20 Indonesia bersifat imparsial dan netral. “Berdasarkan aturan dan prosedur seperti presidensi sebelumnya,” kata Dian dalam konferensi pers, Kamis (24/3) seperti dikutip dari Antara.
Indonesia juga akan berkonsultasi dengan semua anggota G20. Menteri Luar Negeri Retno P. Marsudi dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga telah berbicara dengan seluruh anggota tentang agenda prioritas.
Pemerintah Cina mendukung sikap pemerintah Indonesia yang tetap fokus pada tiga agenda utama Presidensi G20 di konflik Rusia dan Ukraina. Pernyataan ini disampaikan terkait dengan upaya beberapa negara yang ingin menambahkan isu Rusia dan Ukraina ke dalam agenda G20 tahun ini.
"Kami juga sudah mengetahui bahwa Indonesia menyampaikan pendiriannya bahwa G20 adalah forum ekonomi dan finansial,” kata Duta Besar Cina untuk Indonesia Lu Kang dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Kamis (31/3) dikutip dari Antara.
Indonesia sebagai Presidensi G20 tahun ini menghadapi tantangan di tengah berlangsungnya konflik Rusia dan Ukraina. Negara-negara sesama anggota G20 terpolarisasi. Ada yang menjatuhkan sanksi kepada Rusia, ada yang memihak Ukraina, dan bergeming dengan sikap tidak memihak, seperti Indonesia.
“Kami sangat setuju Indonesia bisa mengabaikan gangguan-gangguan tersebut,” katanya.