Modus Afiliator Cuci Uang Investasi Ilegal, dari Kripto hingga Nominee
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap beragam modus para afiliator investasi ilegal untuk menyembunyikan dan mencuci uang mereka. Salah satunya dengan menggunakan aset kripto sebagai sarana pembayaran biaya kepada afiliator untuk mengelabui penghimpunan dan pembayaran dana secara ilegal.
PPATK menduga bahwa para pelaku investasi ilegal menggunakan aset kripto sebagai sarana pembayaran fee kepada afiliator. Selain itu menghimpun dana dari investor dengan menggunakan modus seolah-olah investor turut serta dalam penyertaan modal usaha, serta menggunakan perusahaan penyelenggara transfer dana (payment gateway).
Para afiliator juga mentransfer ke penjual robot trading bertujuan untuk mengelabui seolah-olah dana tersebut untuk membeli robot trading.
"Berdasarkan hasil analisis PPATK, beberapa modus itu di antaranya penggunaan voucher yang diterbitkan oleh perusahaan exchanger, transfer dana ke perusahaan penjual robot trading, hingga penyamaran dana yang berasal investasi ilegal melalui sponsorship," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.
Beragam modus itu ditemukan berdasarkan pantauan dan analisis PPATK secara terus-menerus pada transaksi keuangan yang terindikasi terlibat dengan investasi ilegal."PPATK terus memantau dan menganalisis transaksi keuangan yang terindikasi berafiliasi dengan investasi ilegal," ujarnya.
Ivan menduga pelaku menggunakan rekening atas nama orang lain (nominee) untuk menampung dana yang berasal dari investasi ilegal dengan nominal hingga triliunan rupiah.
Selanjutnya, pelaku investasi ilegal memberikan iming-iming berupa barang mewah untuk menarik minat calon investor menggunakan perusahaan yang statusnya legal secara hukum (misuse of legal entity), dan menggunakan nominee atas nama saudara pelaku pada wallet exchanger guna menyamarkan pembelian aset kripto di perusahaan exchanger.
Sebelumnya, PPATK membekukan aset kripto senilai Rp 38 miliar milik tersangka Indra Kesuma alias Indra Kenz, terkait dugaan penipuan menggunakan aplikasi Binomo. Total aset kripto Indra Kenz tersebut tersimpan di luar negeri menggunakan identitas orang lain.
Ivan juga membenarkan bahwa Indra Kenz sempat memindahkan uangnya ke rekening lain terlebih dulu, di luar aset kripto miliknya. Oleh sebab itu, PPATK sudah membekukan semua aset kripto dan rekening yang diketahui milik Indra Kenz di luar negeri.
Menurut Ivan, jumlah aset yang dibekukan masih dapat bertambah karena tim PPATK masih mencari aset-aset lainnya, yang diduga terkait dengan Indra Kenz. "PPATK sudah turun ke penyedia jasa keuangan yang bersangkutan, PPATK sudah melakukan audit, mengetahui pola-polanya dan melakukan berbagai upaya, termasuk bekerja sama dengan Bareskrim Polri" ujarnya.
PPATK memproyeksikan data ini akan terus berkembang mengingat banyaknya transaksi dan dugaan modus oleh pelaku investasi bodong. Sebelumnya, PPATK melakukan kembali penghentian sementara transaksi terkait dengan kasus investasi ilegal dengan saldo sebesar Rp 588 miliar pada 345 rekening yang tersebar di 87 penyedia jasa keuangan.
Selain itu, PPATK juga aktif melakukan koordinasi dengan Financial Intelligence Unit (FIU) dari negara lain terkait dengan aliran dana ke luar negeri dalam jumlah signifikan dari paper company di Indonesia ke perusahaan pemilik platform investasi ilegal di St. Vincent and The Grenadines (negara di Kepulauan Karibia) dengan transaksi sebesar total 7,91 juta Euro atau setara dengan Rp 123 miliar pada periode 8 September 2020 sampai dengan 28 Desember 2021.
Penyidik melakukan pena