Gubernur Bali Keluhkan PLN yang Batasi Pemasangan PLTS Atap
Pemerintah Provinsi Bali memprotes PLN yang membatasi pemasangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap hanya 15% dari total kapasitas listrik yang terpasang. Gubernur Bali, I Wayan Koster, mengatakan keputusan PLN berseberangan dengan Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 5 Pemanfaatan PLTS Atap.
Dalam SE yang diteken pada Maret lalu, Gubernur Bali mengimbau pemasangan PLTS Atap paling sedikit 20% dari kapasitas listrik terpasang pada bangunan lama dan bangunan baru. Imbauan ini juga menyasar kepada para pemilik bangunan komersial, industri, sosial, dan rumah tangga dengan luas lantai lebih dari 500 meter persegi.
Selain meningkatkan suplai listrik dari energi terbarukan, I Wayan Koster menilai pemasangan PLTS Atap dapat menggenjot pariwisata di Pulau Dewata. "Hanya saja, masih ada sedikit ganjalan dari PLN karena membatasi pemasangan maksimum 15%," kata I Wayan Koster saat menjadi pembicara dalam diskusi daring bertajuk Pembaruan Kebijakan Energi Nasional dan Rencana Umum Energi Nasional serta Tantangan Menuju Net Zero Emission 2060 pada Kamis (20/10).
Hingga saat ini sudah ada dua PLTS eksisting di Bali dengan total kapasitas 2 Mega Watt (MW) yang berlokasi di Kubu, Kabupaten Karangasem dengan kapasitas 1 MW dan PLTS Banglet di Kecamatan Bangli. Pada tahun ini, Pemda Bali menargetkan operasi komersial atau Commercial Operation Date (COD) pada PLTS Nusa Penida berkapasitas 3,5 Giga Watt (GW) yang berlokasi di Kabupaten Klungkung.
"Kami harus jujur menyampaikannya, pasti PLN akan menghadapi suatu kendala yang berkaitan dengan rencana bisnisnya karena infrastruktur yang dibangun selama ini mendukung energi fosil," ujar dia.
Tahun depan, Pemda Bali akan menggencarkan pemasangan PLTS di 44 SPBU yang tersebar di sembilan kabupaten dan kota dengan rata-rata pemasangan 3 kilowatts peak (kWp). Selanjutnya juga ada pemasangan PLTS Atap dan terapung di Waduk Muara yang akan COD pada bulan ini.
"Kami pasang tapi PLN enggak mau beli. Kalau sekarang diganti dengan energi EBT memang itu akan mengganggu internalnya PLN dari segi bisnisnya, saya kira ini yang menjadi hambatan utama di Bali," ujar I Wayan Koster.
Adapun Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha menjelaskan duduk perkara langkah PLN yang membatasi pemasangan PLTS 15% dari total listrik yang terpasang. Pembatasan tersebut karena PLN mengalami kelebihan pasokan listrik atau oversupply karena proyeksi antara produksi dan permintaan listrik yang meleset.
Pemerintah menginisiasi megaproyek listrik 35.000 MW dengan asumsi pertumbuhan ekonomi di kisaran 7-8% tiap tahunnya. Namun, asumsi itu meleset karena angka pertumbuhan ekonomi hanya berada di kisaran 5% yang berdampak pada flat-nya permintaan listrik.
"Ternyata permintaan listriknya tidak sebesar itu, sementara kontrak PLN itu dalam skema take or pay. Artinya, diambil atau tidak diambil PLN harus bayar. Maka muncul over kuota karena daya serap listrik tidak seperti prediksi awal," tutur Sayta.
PLN mengalami kelebihan suplai listrik yang cukup besar karena penambahan pasokan tak dibarengi dengan peningkatan serapan listrik. Kondisi ini dialami di Pulau Jawa dan Sumatera.
Kondisi kelebihan pasokan listrik ini berdampak pada lambatnya penetrasi seterum surya ke jaringan listrik PLN. Satya mengatakan pemerintah dan PLN harus bekerja keras untuk mengejar ketertinggalan 12,9% serapan listrik panel surya dari target nasional. "Sekarang cuma 500 MW bahkan kurang, ini kecil sekali dibanding dengan target nasional," ujar Satya.