Pasar Saham Anjlok Sesudah Eksekusi Mati

Aria W. Yudhistira
29 April 2015, 19:43
Katadata
KATADATA
Bursa saham Indonesia turun 6,5 persen dalam sepekan terakhir. Sejumlah peristiwa di dalam negeri menyebabkan kinerja IHSG yang terburuk sejak Joko Widodo duduk di kursi kepresidenan.

KATADATA ? Bursa saham Indonesia kembali anjlok. Penurunan indeks harga saham gabungan (IHSG) ini sudah terjadi berturut-turut sejak sepekan lalu. 

Dalam perdagangan Rabu (29/4), IHSG ditutup turun 2,6 persen ke posisi 5105,6. Bahkan indeks sempat turun 4,3 persen pada pukul 14.13 WIB. Posisi indeks ini merupakan yang terendah dalam 18 pekan. Selama enam hari perdagangan, secara akumulasi IHSG sudah turun 6,5 persen.

Pasar terkoreksi lantaran turunnya ekspektasi terhadap Presiden Joko Widodo untuk dapat menyelesaikan sejumlah persoalan di Tanah Air. Persepsi ini dipengaruhi oleh sejumlah peristiwa yang terjadi dalam sepekan terakhir. Eksekusi terhadap delapan terpidana mati yang dilakukan Rabu (29/4) dini hari turut membawa indeks di Bursa Efek Indonesia (BEI) merosot.

Head of Financial Market Research Rabobank Group Michael Every mengatakan, eksekusi terhadap tujuh narapidana warga negara asing dan satu narapidana Indonesia itu tidak ramah terhadap investor asing. ?Sulit untuk menemukan sesuatu yang lebih positif lagi dalam politik atau ekonomi Indonesia akhir-akhir ini,? kata dia seperti dikutip dari Bloomberg.

(Baca Ekonografik: Penyebab Anjloknya Bursa Saham Indonesia)

Bahkan, kinerja indeks selama enam hari ini merupakan yang terburuk sejak Jokowi, demikian dia kerap dipanggil, menduduki kursi kepresidenan pada 20 Oktober tahun lalu. Situasi yang berkebalikan saat Jokowi diumumkan sebagai calon presiden pada 14 Maret 2014. Pencalonan Jokowi ketika itu memunculkan istilah ?Jokowi Effect? yang ditunjukkan dengan kenaikan indeks sebesar 3,2 persen.

(Baca: Jokowi Resmi Jadi Capres, IHSG Langsung Melejit)

Jokowi dinilai berhasil saat memimpin Solo dan Jakarta. Di dua daerah ini, Jokowi menampilkan kepemimpinan yang tegas dengan membenahi pedagang kaki lima dan memindahkan penduduk di kawasan kumuh. Dia pun dinilai berhasil memperbaiki kinerja aparat birokrasi Jakarta yang dianggap korup.

Namun, alih-alih sebagai wujud ketegasannya, kengototan Jokowi mengeksekusi delapan narapidana dari sembilan narapidana yang direncanakan, justru dianggap sebagai bukti kelemahannya sebagai presiden. Jokowi malah gagal menunjukkan ketegasannya untuk menyelesaikan kekisruhan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

(Baca:  Gairah Pasar Menyambut Jokowi)

Dia pun tidak mampu menolak desakan partai koalisinya untuk mencalonkan Budi Gunawan sebagai Kepala Polri. Meskipun Budi Gunawan sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Sebaliknya, Jokowi sangat tegas untuk mengeksekusi para narapidana mati.

?Karena hanya seorang pemimpin lemah yang dapat mengeksekusi orang tidak berdaya untuk membuktikan kekuatannya,? kata Peter Hartcher, editor desk internasional harian Sydney Morning Herald.

Peran dan Utang IMF

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...