Pertamina Minta Harga Wajar Penjualan Minyak Blok Cepu ke TWU
KATADATA - Keinginan PT Tri Wahana Universal (TWU) mendapatkan kepastian pasokan minyak dari Blok Cepu sampai saat ini belum menemukan titik terang. Apalagi, PT Pertamina (Persero) selaku salah satu pemegang hak pengelolaan Blok Cepu tampaknya keberatan menjual minyak mentah tersebut dengan harga murah.
Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan, jika TWU ingin mendapat pasokan minyak Blok Cepu dari Pertamina maka harus membeli dengan harga yang wajar. “Wajar dalam artian, harga minyak Pertamina itu untuk kilang TWU dan kilang lainnya tidak berbeda. Intinya Pertamina ingin harga minyak yang dijual sama,” kata dia usai menghadiri rapat kerja dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Gedung DPR, Jakarta, Senin (14/3).
(Baca: Pemerintah Janjikan Harga Murah Minyak untuk Kilang di Mulut Sumur)
Meski tidak ingin menjual minyak Blok Cepu dengan harga murah, Dwi menyerahkan semua keputusan kepada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Pasalnya, SKK Migas adalah pengawas dari seluruh kontraktor migas. Selain itu, SKK Migas yang akan merekomendasikan alokasi minyak seluruh kontraktor kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk diputuskan.
Seperti diberitakan Katadata sebelumnya, kilang minyak milik PT Tri Wahana Universal (TWU) tidak mendapatkan pasokan minyak mentah setelah kontraknya berakhir pada 16 Januari lalu. Alhasil, anak usaha Grup Saratoga ini menghentikan produksi kilangnya per 20 Januari 2016. Padahal kilang berukuran mini ini telah beroperasi sejak lima tahun lalu.
Kebutuhan minyak mentah TWU selama ini dipasok dari fasilitas Early Oil Expansion (EOE) dan Early Production Facility(EPF) Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu. Volume pasokannya 16 ribu barel per hari (bph) dengan formula harga mulut sumur. Direktur Utama TWU Rudi Tavinos berharap pemerintah dapat memberikan alokasi minyak lagi untuk menghidupkan kilang tersebut. “Kami masih menunggu kepastian dari pemerintah terkait formula harga mulut sumur dan alokasi minyak mentah seperti yang sebelumnya diterima TWU,” kata dia melalui siaran persnya, pekan lalu.
(Baca: Reaktivasi Kilang TWU di Blok Cepu Tunggu Fatwa Hukum)
Menurut Rudi, terhentinya produksi kilang menyebabkan TWU berpotensi menderita kerugian atau hilangnya potensi pendapatan (opportunity lost) sekitar US$ 480 ribu atau lebih dari Rp 6 miliar per hari dengan asumsi harga minyak US$ 30 per barel. Padahal, Rudi mengatakan, konsep kilang mini TWU menjadi solusi untuk mewujudkan ketahanan energi.
Konsep kilang mini yang dibangun dekat ladang minyak ini diperkirakan bisa memangkas biaya transportasi minyak mentah ke kilang maupun biaya distribusi BBM ke konsumen. Dengan begitu, makin banyak kilang mini yang beroperasi maka dapat mengurangi ketergantungan impor Bahan Bakar Minyak (BBM).
Selain mengurangi ketergantungan impor, keberadaan kilang mini juga dapat menciptakan optimalisasi produksi pada lapangan minyak mentah di daerah-daerah marginal. Rudi juga mengklaim TWU telah menyumbangkan kontribusi pajak yang cukup signifikan kepada pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam berbagai bentuk setoran pajak. Di tahun 2015, total kontribusi pajak TWU tercatat mencapai lebih dari Rp 311 miliar. (Baca: Minyak Blok Cepu ke Kontraktor Swasta Setop, 800 Pekerja Menganggur)
Hingga akhir tahun lalu, TWU memiliki kurang lebih 180 karyawan yang mayoritas merupakan warga lokal sekitar Kabupaten Bojonegoro dan Jawa Timur. Patut digarisbawahi, TWU secara tidak langsung telah ikut berperan mendorong tumbuhnya pengusaha-pengusaha lokal antara lain transportir BBM, vendor, rumah makan, dan lain-lain. Keberadaan kilang minyak TWU juga telah menciptakan tambahan lapangan pekerjaan sekitar 5.300 orang di tingkat Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.