Konsorsium Kaji Ulang Konsep Kontrak Blok East Natuna
Konsorsium East Natuna akan mengkaji ulang konsep kontrak bagi hasil untuk blok yang berlokasi di batas Laut Cina Selatan itu. Kajian ini untuk mempercepat produksi minyak dan gas bumi yang ada di blok tersebut, meskipun pemerintah menargetkan penandatangan kontrak bisa dilakukan pada September 2016 lalu.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral I.G.N. Wiratmaja Puja mengatakan Blok East Natuna memiliki dua struktur, yakni struktur minyak bumi dan gas bumi. Untuk itu, ada dua pilihan skema kontrak bagi hasilnya. (Baca: Pemerintah Siapkan Kontrak Khusus untuk Blok East Natuna).
Pertama, menggabungkan pengembangan minyak dan gas bumi menjadi satu kontrak. Kedua, memisahkan pengembangan minyak dan gas sehingga akan ada dua kontrak. “Ini sedang dikaji mereka, dikasih waktu dua hari lagi,” kata Wiratmaja di Kementerian Koordinator Bidang Maritim, Jakarta, Senin, 3 Oktober 2016.
Nantinya, PT Pertamina, ExxonMobil Indonesia, dan PTT EP Thailand selaku konsorsium Blok East Natuna menyampaikan hasil kajian tersebut kepada pemerintah. Kajian ini akan menjadi dasar untuk mengambil keputusan penandatanganan kontrak Blok East Natuna.
Pemerintah sebenarnya menginginkan konsorsium dapat mengembangkan struktur minyak terlebih dahulu sebelum gas bumi. Alasannya, pengembangan gas bumi membutuhkan infrastruktur dan biaya yang mahal. Apalagi kandungan karbondioksida (CO2) di Blok East Natuna mencapai 72 persen. (Baca: Pemerintah Siapkan Insentif Agar Blok East Natuna Cepat Produksi).
Langkah itu diharapkan mempercepat kegiatan di blok tersebut. Kegiatan ini menjadi penting karena letak Blok East Natuna berada di perbatasan dan sedang menjadi polemik.
Tapi ExxonMobil dan PTT EP Thailand ingin agar pengembangan minyak bersamaan dengan gas bumi, tidak dipisah-pisah. “Kalau untuk konsorsium PTT EP Thailand sama ExxonMobil kan melihat keekonomian, karena dia investor,” kata Wiratmaja.
Sementara itu, Direktur Utama PT Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan banyak pertimbangan yang membuat kontrak PSC East Natuna belum ditandatangani. Salah satu tantangannya adalah pengelolaan gas karbondioksida (Co2) yang mencapai 72 persen yang ada di East Natuna. (Baca: Pengembangan Blok East Natuna Hadapi Tiga Tantangan).
Untuk itu pihaknya akan melakukan simulasi kajian terkait percepatan pengembangan Blok East Natuna. Misalnya mengkaji konsep yang akan dipakai, ketentuan, dan syarat yang berlaku (term and conditions) yang akan dipakai pada kontrak PSC East Natuna. "Kami diminta kalkulasi sama pak Menteri Koordinator," kata dia.