Ubah Pola Konsumsi, BI Bidik Harga Pangan Turun 2 Persen
Bank Indonesia (BI) dan pemerintah bakal fokus menekan harga pangan. Langkah ini untuk mengimbangi kenaikan inflasi komponen berbagai harga yang diatur pemerintah (administered prices), mulai dari tarif dasar listrik (TDL) golongan 900 Volt Ampere (VA) hingga bahan bakar minyak (BBM).
Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo mengatakan, pihaknya akan menjaga inflasi komponen pangan bergejolak (volatile food) di level 4-5 persen. Target tersebut lebih rendah 1-2 persen dibanding inflasi volatile food 2016 yang sebesar 5,92 persen. Dengan begitu, meski inflasi administered price naik, secara keseluruhan inflasi 2017 tak meleset dari target 3-5 persen.
“Kami sepakat 2017, mesti jaga agar volatile food empat sampai lima persen. Kalau bisa dijaga segitu maka kalau ada penyesuaian di harga bahan bakar minyak (BBM) akan tetap buat target inflasi 2017 bisa dijaga,” ujar Agus usai rapat Tim Pengendali Inflasi (TPI) di Gedung BI, Jakarta, Rabu (25/1).
Untuk memastikan volatile food terjaga rendah, BI sudah menyusun tujuh langkah. Pertama, memperkuat infrastruktur logistik di daerah khususnya pergudangan. Kedua, membangun sistem data lalu lintas barang. Ketiga, memanfaatkan insentif fiskal untuk mendorong stabilitas harga.
Keempat, mendorong diversifikasi pola konsumsi pangan masyarakat khususnya cabai dan bawang segar, antara lain dengan mendorong industri produk pangan olahan. Kelima, penguatan kerja sama antardaerah. Keenam, mempercepat pembangunan infrastruktur konektivitas. Dan terakhir, memperbaiki pola tanam pangan.
Selain itu, pihaknya sudah meluncurkan pusat informasi harga pangan strategis. Dengan adanya pusat informasi tersebut, BI bisa cepat memantau pergerakan 10 harga pangan utama di berbagai daerah. “Kalau harga itu bisa kami kaji maka bentuk tindak lanjutnya semakin bisa terukur dan tepat waktu,” ujar Agus.
Sebelumnya, di pengujung tahun 2016 hingga awal Januari 2017, masyarakat dikejutkan dengan kenaikan harga cabai rawit. Di beberapa daerah di Kalimantan, harganya sampai tembus Rp 250 ribu per kilogram. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menduga produksi cabai turun akibat faktor musim penghujan, alhasil harganya meroket. Persoalan tersebut pun ditangani di antaranya dengan mengirim cabai dari daerah lain.
(Baca juga: Harga Cabai Rp 250 Ribu, Darmin: Faktor Cuaca dan Pedagang Curang)
Meski begitu, mengacu pada survei BI, inflasi hingga pekan ketiga Januari ini tercatat cukup rendah yaitu sebesar 0,67 persen secara bulanan (month to month/mtm). Agus memperkirakan level inflasi tersebut akan bertahan hingga akhir bulan. Bila prediksinya benar, maka akan menjadi yang terendah kedua untuk periode Januari dalam tujuh tahun belakangan.
Sesuai catatan BI, level inflasi Januari sejak 2010 hingga 2015 berturut-turut sebesar 0,84 persen, 0,89 persen, 0,76 persen, 1,03 persen, 1,07 persen, dan 0,96 persen. Sedangkan pada Januari 2016, inflasi tercatat sebesar 0,51 persen. (Baca juga: Pekan Ketiga Januari, BI Pantau Tekanan Inflasi Mereda)