Kecuali Gerindra, Komisi XI Setujui Perppu Keterbukaan Data Nasabah

Desy Setyowati
25 Juli 2017, 12:27
Rapat Paripurna DPR
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Mayoritas fraksi di Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya setuju Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi untuk Kepentingan Perpajakan ditetapkan menjadi undang-undang (UU). Dari sepuluh fraksi, hanya satu yang menyatakan penolakan yaitu Fraksi Partai Gerindra. 

Derasnya dukungan fraksi untuk Perppu tersebut sudah terbaca lantaran sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah mengundang para petinggi fraksi dari partai koalisi untuk membahas Perppu tersebut di Istana Negara. (Baca juga: Tanpa PAN, Petinggi Fraksi Partai Koalisi Kunjungi Jokowi)

"Disepakati untuk dibahas di tingkat selanjutnya dan akan kami bawa pada sidang paripurna terdekat yakni Kamis (27/7)," kata Ketua Komisi Keuangan Melchias Marcus Mekeng dalam Rapat Kerja dengan pemerintah di Gedung DPR, Jakarta, Senin (24/7). (Baca juga: Sri Mulyani Bantah Konspirasi Perppu Buka Rekening dan Tax Amnesty

Adapun Fraksi Partai Gerindra menolak lantaran menilai keterbukaan data nasabah untuk kepentingan perpajakan seharusnya diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), bukan Perppu. "Kami tidak sepakat hal seperti ini diatur dalam Perppu tapi di UU KUP," kata Anggota Komisi Keuangan dari fraksi Gerindra Kardaya Warnika Dea. 

Sementara itu, fraksi lainnya memberikan dukungan bersyarat terhadap Perppu tersebut. Anggota Komisi Keuangan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) I Gusti Agung Rai Wirajaya, misalnya, menggelontorkan lima syarat.

Pertama, Perppu harus menjadi landasan bagi Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak untuk menggali sumber penerimaan yang selama ini sulit diperoleh. Kedua, pemerintah harus bisa menghitung efek kerja sama global pertukaran data secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI) ke penerimaan negara dan rasio pajak. Hal ini lantaran Perppu utamanya ditujukan untuk menjalankan AEoI tersebut. (Baca juga: Sri Mulyani Bidik Dana WNI Rp 1.000 Triliun, Singapura Siap Kerja Sama)

"Jangan sampai kejar wajib pajak di dalam negeri. Kecenderungan yang sering terjadi instruksi pusat sudah jelas tapi di tataran Kantor Pelayanan Pajak (KPP) mencari-cari wajib pajak yang wajib lapor," kata dia. (Baca juga: Ditjen Pajak Tunda Permintaan Data Nasabah Domestik Untuk Pengawasan)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...