Perang Dagang hingga Krisis Argentina Menekan Rupiah Mendekati 14.900

Rizky Alika
4 September 2018, 14:31
Penukaran uang dolar AS
ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto
Penukaran uang dolar AS di sebuah gerai Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) di Malang, Jawa Timur, Kamis (23/2).

Setelah kemarin rupiah terperosok melewati 14.700 per dolar Amerika Serikat, hari ini kurs mata uang Indonesia kembali terjerembap mendekati batas psikologis baru di level 14.900 per dolar. Beberapa ekonom menilai sejumlah faktor eksternal menjadi pemicu utama yang merembet pada larinya arus modal asing dari Tanah Air.

Akhir pekan lalu, Presiden Amerika Donald Trump menyatakan akan mengenakan tarif impor tambahan sebesar US$ 200 miliar terhadap produk Tiongkok. Perang dagang lanjutan tersebut akan dimulai pekan ini dan mendapat tanggapan negatif dari pasar yang terlihat dari melemahnya sebagian mata uang di banyak negara berkembang. Hal ini yang kemudian menyeret kejatuhan rupiah.

(Baca: Kumpulkan Menteri, Jokowi Siap Rilis Kebijakan Lawan Pelemahan Rupiah).

Dalam waktu bersamaan, keperkasaan dolar juga ditopang oleh publikasi membaiknya data ekonomi Amerika. Pertumbuhan produk domestik bruto pada kuartal kedua Negeri Paman Sam itu menunjukkan tren membaik. Tingkat pengangguran makin berkurang. Sebagai salah satu efek sampingnya, inflasi pun menanjak di level dua persen.

Karena data-data makro tersebut, banyak yang berasumsi bank sentral Amerika, The Federal Reserve, sudah pasti menaikkan suku bunga acuannya. Alhasil, arus modal asing akan keluar dari negara-negara emerging market.

Selain itu, “Pembayaran deviden adalah faktor yang memperkuat aliran modal keluar dari Indonesia dan menambah tekanan terhadap rupiah,” kata Ekonom Senior Centre of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah Redjalam kepada Katadata.co.id, Selasa, (4/9/2018). “Ini akan berlangsung sampai tahun depan.”

Prediksi Pieter tersebut mengasumsikan sejumlah faktor terpenuhi, terutama terkait gejolak global yang membuat tren penguatan dolar berlangsung terhadap mayoritas mata uang dunia. Selama masih terjadi ketidakpastian di perekonomian dunia, arus kapital global akan menuju investasi yang paling aman, yaitu dolar, yang membuat mata uang tersebut terus menguat.

Bagi Indonesia, masalah makin rumit lantaran tertekan pula oleh defisit neraca berjalan (CAD). Hal yang sama juga dialami oleh  negara-negara lain memiliki beban dalam transaksi perdagangan internasional mereka. “Semakin besar CAD, rupiah semakin tertekan,” ujar Piter.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...