Pajak Barang dan Jasa Tertentu, Pengertian, Dasar Hukum, dan Jenisnya
Awal tahun ini, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Undang-undang (UU) Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Kemunculan UU ini, merupakan langkah penyesuaian kebijakan desentralisasi fiskal. Ini merupakan pengejawantahan pelaksanaan desentralisasi fiskal, yang mendorong pemerintah melakukan perubahan dan penyesuaian kebijakan.
Langkah perubahan dan penyesuaian kebijakan ini perlu dilakukan, untuk mengoptimalkan tujuan pelaksanaan desentralisasi fiskal yang telah berjalan selama dua dekade.
Salah satu terobosan yang masuk dalam UU HKPD adalah, pengaturan tentang pajak barang dan jasa tertentu (PBJT). Jenis pajak ini, merupakan istilah baru yang tidak terdapat dalam UU terdahulu.
Pengertian dan Tarif PBJT
Mengutip ddtc.co.id, PBJT merupakan nomenklatur pajak baru yang diatur dalam UU HKPD. Pada dasarnya, PBJT merupakan penggabungan lima jenis pajak daerah dalam UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), yang berbasis konsumsi. Lima pajak yang dimaksud antara lain, pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak parkir, dan pajak penerangan jalan.
Tujuan penggabungan lima jenis pajak ini, adalah untuk memudahkan pelaku usaha di daerah. Pada aturan sebelumnya, pembedaan lima jenis pajak yang memiliki karakteristik sama menimbulkan beban administrasi yang tidak sederhana bagi wajib pajak yang mempunyai usaha hotel, restoran, hiburan, parkir, serta menggunakan tenaga listrik sekaligus.
Sebab, apabila terdapat satu wajib pajak yang menyelenggarakan lima aktivitas tersebut, maka wajib membayar lima jenis pajak daerah dan melaporkan lima jenis Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD).
Oleh karena itu, kelima jenis pajak yang berkarakteristik sama diintegrasikan menjadi satu jenis pajak, yaitu PBJT. Integrasi ini dimaksudkan untuk menyederhanakan administrasi wajib pajak serta memudahkan pemantauan pemungutan pajak terintegrasi oleh pemerintah daerah (Pemda).
Pemungutan PBJT merupakan wewenang pemerintah kabupaten/kota. Adapun subjek pajak, wajib pajak, dasar pengenaan, serta cara penghitungan PBJT dilakukan sama dengan pengaturan yang tertera dalam kelima jenis pajak berbasis konsumsi, yang sebelumnya diatur dalam UU PDRD.
Sementara, tarif PBJT ditetapkan seragam sebesar maksimum 10%. Namun, Pemda tetap diberikan ruang untuk menetapkan tarif pajak lebih tinggi atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, yaitu paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.
Kemudian, ada dua tarif khusus yang berlaku atas tenaga listrik. Pertama, konsumsi tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, ditetapkan paling tinggi sebesar 3%. Kedua, konsumsi Tenaga Listrik yang dihasilkan sendiri, ditetapkan paling tinggi 1,5%.
Jenis PBJT
Berdasarkan Pasal 1 Ayat (42) UU HKPD, PBJT merupakan pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi barang dan/atau jasa tertentu.
Barang dan/atau jasa tertentu yang menjadi objek PBJT tersebut, terbagi menjadi lima jenis. Pertama, makanan dan/atau minuman. PBJT untuk makanan dan minuman dikenakan atas penjualan dan/atau penyerahan makanan dan/atau minuman. Kriteria pelaku usaha yang dikenakan pajak atas penjualan dan/atau penyerahan makanan dan/atau minuman antara lain:
1. Restoran yang paling sedikit menyediakan layanan penyajian makanan dan/atau minuman berupa meja, kursi, dan/atau peralatan makan dan minum.
2. Penyedia jasa boga atau katering yang melakukan beberapa kegiatan, antara lain:
- Proses penyediaan bahan baku dan bahan setengah jadi, pembuatan, penyimpanan, serta penyajian berdasarkan pesanan.
- Penyajian di lokasi yang diinginkan oleh pemesan dan berbeda dengan lokasi dimana proses pembuatan dan penyimpanan dilakukan.
- Penyajian dilakukan dengan atau tanpa peralatan dan petugasnya.
Kedua, tenaga listrik. Konsumsi tenaga listrik yang menjadi objek PBJT adalah penggunaan tenaga listrik oleh pengguna akhir. Ketiga, jasa perhotelan, yang meliputi jasa penyediaan akomodasi dan fasilitas penunjangnya, serta penyewaan ruang rapat/pertemuan pada penyedia jasa perhotelan.
Jasa perhotelan yang dimaksud ini, antara lain hotel, vila, pondok wisata, motel, losmen, wisma pariwisata, dan pesanggrahan. Kemudian, rumah penginapan/guest house/bungalow/resort/cottage, tempat tinggal pribadi yang difungsikan sebagai hotel, dan glamping.
Keempat, jasa parkir, yang meliputi penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir dan/atau pelayanan memarkirkan kendaraan. Kelima, jasa kesenian dan hiburan, yang meliputi tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu, pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana, kontes kecantikan, dan kontes binaraga.
Lalu, pameran, pertunjukan sirkus, akrobat, sulap, pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor, permainan ketangkasan. Lalu, olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan, serta perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran.
Ada pula rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang. Selain itu, PBJT juga diterapkan pada panti pijat dan pijat refleksi, diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.
Apabila dibandingkan dengan ketentuan sebelumnya, objek PBJT tidak hanya menggabungkan lima jenis pajak daerah berbasis konsumsi. Namun, UU HKPD juga memperluas objek PBJT, salah satunya atas jasa memarkirkan kendaraan atau valet parking.