Menilik Upaya Indonesia Menghapus Warisan Keuangan Era Kolonial

Image title
5 Juli 2022, 08:00
Keuangan, Kementerian Keuangan, bank sentral, Bank Indonesia, BI
Arsip Foto Kementerian Keuangan Republik Indonesia
Ilustrasi, Gedung A.A. Maramis yang merupakan kantor pertama Kementerian Keuangan Republik Indonesia pasca-proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Pasca-proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, Republik Indonesia yang baru berdiri belum memiliki struktur pemerintahan yang solid. Apalagi organisasi keuangan negara. Kabinet Presidensial baru dibentuk pada 19 Agustus 1945, yang beranggotakan 13 menteri, 5 menteri negara, dan 4 pejabat setingkat menteri.

Karena baru saja merdeka, sistem sistem pemerintahan Jepang masih mempengaruhi berbagai lembaga di Indonesia, termasuk untuk Kementerian Keuangan. Dalam hal ini, Gunseikanbu Zaimubu atau Departemen Keuangan Jepang, menjadi patokan awal organisasi Kementerian Keuangan, yang saat itu masih bernama Departemen Keuangan.

Saat kabinet dibentuk, yang ditunjuk untuk menjabat sebagai Menteri Keuangan adalah, Dr. Samsi Sastrawidagda. Namun, beliau hanya menjabat selama dua minggu, dan mundur karena alasan kesehatan. Posisi Menteri Keuangan akhirnya diemban oleh Alexander Andries Maramis, atau A.A. Maramis, yang sebelumnya ditunjuk sebagai Wakil Menteri Keuangan.

Sebagai Menteri Keuangan, A.A. Maramis memutuskan untuk mengadopsi sistem Departemen Keuangan pemerintah pendudukan Jepang. Namun, ia melakukan beberapa perubahan agar sesuai dengan negara merdeka dan berdaulat.

Adopsi sistem Gunseikanbu Zaimubu tak berlangsung lama. Pada 29 September 1945, A.A. Maramis mengeluarkan dekrit yang mempreteli hak dan kewenangan pejabat pemerintahan tentara Jepang.

Hak-hak yang dipreteli ini mencakup seluruh urusan menerbitkan, dan menandatangani surat-surat perintah membayar, pengaturan pengeluaran negara, hingga segala urusan kas negara. Hak tersebut dilimpahkan kepada Pembantu Bendahara Negara, yang ditunjuk dan bertanggungjawab kepada Menteri Keuangan.

Pembentukan Organisasi Kementerian Keuangan

Langkah berikutnya adalah, membentuk organisasi Kementerian Keuangan, agar pengelolaan keuangan negara menjadi teratur. Untuk penyusunan awalnya, Menteri Keuangan A.A. Maramis membentuk lima pejabatan (setara eselon I), yakni Pejabatan Umum, Pejabatan Keuangan, Pejabatan Pajak, Resi Candu dan Garam, serta Pejabatan Pegadaian.

Pada waktu menyusun organisasi, ia mensyaratkan Kementerian Keuangan harus dipimpin oleh para pejabat yang mempunyai loyalitas yang tinggi kepada bangsa, negara dan proklamasi kemerdekaan. Terbukti, organisasi Kementerian Keuangan awal-awal tergolong kokoh menghadapi badai revolusi, dan tetap mampu melaksanakan tugasnya di tengah perang revolusi kemerdekaan 1945-1949.

Pada 1948, organisasi Kementerian Keuangan semakin solid dan tergolong lengkap menurut ukuran negara yang baru merdeka. Saat itu, A.A Maramis membagi mengubah nomenklatur pejabatan menjadi Jawatan. Pada masa itu, struktur organisasi Kementerian Keuangan (saat itu bernama Departemen Keuangan) adalah sebagai berikut:

1. Kantor Pusat Departemen Keuangan, di mana Sekretaris Jenderal termasuk didalamnya.

2. Thesauri Negara, yang merupakan gabungan dari Pejabatan Keuangan dan Pejabatan Urusan Utang, Kredit, dan Bank serta diberi tugas melaksanakan fungsi anggaran dan perbendaharaan, yang meliputi:

  • Inspeksi Anggaran.
  • Bagian Anggaran Negara.
  • Bagian Statistik Keuangan.
  • Bagian Moneter.
  • Jawatan Akuntansi Negara.
  • Jawatan Perbendaharaan dan Kas.
  • Biro Pengawasan Kas.
  • Biro Normalisasi.
  • Jawatan Perjalanan.

3. Jawatan Pajak

4. Jawatan Bea Cukai

5. Jawatan Pajak dan Bumi

6. Jawatan Resi dan Candu

7. Jawatan Pegadaian

8. Jawatan Perjalanan.

Penerbitan Oeang Republik Indonesia

Setelah struktur organisasi Kementerian Keuangan terbentuk pada 1945, pemerintah Republik Indonesia yang baru berdiri memutuskan untuk menerbitkan mata uang sendiri.

Saat itu, mata uang yang beredar di Indonesia ada dua, yakni uang bentukan pemerintahan pendudukan Jepang, yakni Dai Nippon Teikoku Seihu, atau kerap disebut rupiah Jepang dan uang peninggalan Hindia Belanda, yang dikeluarkan oleh De Javasche Bank.

Kelahiran uang milik Republik Indonesia sendiri tergolong cepat, karena didorong oleh kedatangan Belanda yang hendak kembali menjajah. Kedatangan Belanda tidak hanya membawa kekuatan militer saja, melainkan juga moneter, dengan dikeluarkannya mata uang milik Netherlands Indies Civil Administration (NICA) atau uang NICA.

Pada 30 September 1945 diputuskan, peredaran uang NICA ini dilakukan pertama kali di luar Jawa. Kurs penukaran saat itu diputuskan, 1 uang rupiah Jepang bernilai sama dengan 3 sen uang NICA.

Peredaran uang NICA ini cukup mulus di awal-awal Belanda masuk Indonesia. Pasalnya, Belanda langsung memperoleh akses kantor-kantor bank Jepang pada 10 Oktober 1945. Bank-bank tersebut kemudian ditutup, dan Belanda menghidupkan kembali De Javasche Bank yang bertugas sebagai bank sirkulasi. Pada 6 Maret 1946, Belanda resmi mengedarkan dan menetapkan uang NICA sebagai alat pembayaran yang sah di daerah-daerah pendudukan.

Menyingkapi peredaran uang NICA yang kian meluas, pemerintah Indonesia pun tidak tinggal diam. Pada 15 Maret 1946, pemerintah mengeluarkan maklumat, yang menyatakan bahwa masyarakat yang kedapatan memegang uang NICA akan mendapatkan hukuman berat. Alhasil, memegang uang NICA saat itu menjadi momok bagi masyarakat.

Kemudian, saat Bank Negara Indonesia (BNI) berdiri pada 5 Juli 1946, pemerintah memutuskan untuk menarik peredaran beberapa uang, yakni uang De Javasche Bank, uang rupiah Jepang dan uang NICA. Saat itu, penduduk hanya diperbolehkan memegang maksimal 50 sen rupiah Jepang. Penarikan peredaran uang ini diikuti oleh upaya pemerintah Indonesia mempersiapkan mata uang sendiri. Upaya ini menghasilkan Oeang Republik Indonesia (ORI).

ORI dikeluarkan oleh Menteri Keuangan A.A. Maramis melalui Surat Keputusan No.SS/1/25 tanggal 29 Oktober 1946. ORI secara resmi berlaku pada 30 Oktober 1946 sebagai mata uang yang sah di wilayah Republik Indonesia.

Kehadiran ORI memiliki arti yang sangat penting bagi perjuangan Republik Indonesia yang baru saja berdiri. Sebab, memiliki mata uang sendiri merupakan simbol kedaulatan suatu bangsa.

Kehadiran ORI juga menjadi 'Instrument of Revolution'. Karena kehadirannya menunjukkan pemerintah Republik Indonesia mampu mengatur administrasi, mengorganisir, dan memperkuat tentara, serta memelihara keamanan, ketertiban dan mengurus kesejahteraan rakyat dalam berperang melawan Belanda.

Pembentukan Bank Sentral

Tak hanya memiliki organisasi Kementerian Keuangan yang solid, pemerintah juga mempersiapkan pendirian bank sirkulasi, untuk mendukung kedaulatan Indonesia di sektor ekonomi.

Pada 19 September 1945, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta menandatangani Surat Kuasa Pemerintah Republik Indonesia bertanggal 16 September 1945, sebagai landasan yuridis persiapan pendirian bank sirkulasi pertama, yakni Bank Negara Indonesia (BNI).

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...