Sri Mulyani Naikkan Batas Tarif Pungutan Ekspor CPO, Berlaku Juli

Agatha Olivia Victoria
29 Juni 2021, 18:50
CPO, tarif pungutan ekspor cpo, ekspor cpo
ANTARA FOTO/Akbar Tado/rwa.
Ilustrasi. Tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit, termasuk CPO dan produk turunannya ditetapkan berdasarkan harga referensi Kementerian Perdagangan

Menteri Keuangan Sri Mulyani menaikkan batas pengenaan tarif progresif ekspor produk kelapa sawit, termasuk crude palm oil (CPO) dari US$ 670/MT menjadi US$ 750/MT. Dengan demikian, tarif pungutan ekspor komoditas tersebut akan turun.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari mengatakan, penyesuaian tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 76/PMK.05/2021 tentang Tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Penyesuaian tarif pungutan ekspor tersebut merupakan tindak lanjut keputusan Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). 

Komite BPDPKS  dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dengan anggota Menteri Pertanian, Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri ESDM, Menteri BUMN, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas.

Menurut dia, besaran tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit, termasuk CPO dan produk turunannya ditetapkan berdasarkan harga referensi Kementerian Perdagangan dengan cut off perhitungan pungutan tarif tersebut adalah tanggal penerbitan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). "Pengenaan tarif baru tersebut mulai berlaku tujuh hari setelah diundangkan pada 25 Juni 2021 yakni 2 Juli 2021," kata Rahayu dalam keterangan resminya, Selasa (29/6).

Kewajiban eksportir produk kelapa sawit yaitu pungutan ekspor dan bea keluar saat ini mencapai maksimal 36,4% dari harga CPO. Dengan perubahan tarif ini, ia menyebutkan bahwa kewajiban eksportir turun menjadi maksimal di bawah 30% dari harga CPO. Pemerintah berharap penurunan tersebut dapat meningkatkan daya saing produk kelapa sawit di pasar internasional.

Pemerintah mengklaim penerapan pungutan ekspor pada tahun 2020 dan 2021  tidak menyebabkan penurunan harga Tandan Buah Segar (TBS) di tingkat petani. Harga TBS di tingkat petani mengikuti kenaikan harga CPO. Pada bulan Januari - Mei 2021, rata-rata harga TBS di tingkat petani adalah di atas Rp 2.000/kg.

Selain itu, Rahayu mengatakan bahwa pemerintah tetap berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui peningkatan produksi Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat. Upaya ini dilakukan dengan mengalokasikan dana peremajaan perkebunan kelapa sawit untuk 180.000 hektar lahan per tahun, dengan alokasi dana untuk tiap hektar lahan yang ditetapkan sebesar Rp 30 juta per hektar.

Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Aburrachman menjelaskan, PMK baru tersebut membuat batas pengenaan tarif progresif berubah yang semula pada harga CPO US$ 670/MT menjadi US$ 750/MT. Apabila harga CPO di bawah atau sama dengan US$ 750/MT, maka tarif pungutan ekspor akan tetap, misalnya untuk tarif produk crude adalah sebesar US$ 55/MT.

Selanjutnya, setiap kenaikan harga CPO sebesar US$ 50/MT, maka tarif pungutan ekspor naik sebesar US$ 20/MT untuk produk crude dan US$ 16/MT untuk produk turunan sampai harga CPO mencapai US$ 1000. "Apabila harga CPO di atas US$ 1000, maka tarif tetap sesuai tarif tertinggi masing-masing produk,”kata Eddy.

Menurut dia, dasar pertimbangan penyesuaian tarif layanan pungutan ekspor adalah untuk meningkatkan daya saing produk kelapa sawit Indonesia di pasar internasional. Hal ini juga dilakukan dengan tetap memperhatikan kesejahteraan petani kelapa sawit dan keberlanjutan pengembangan layanan pada program pembangunan industri sawit nasional, antara lain perbaikan produktivitas di sektor hulu melalui peremajaan perkebunan kelapa sawit, serta penciptaan pasar domestik melalui dukungan mandatori biodiesel.

Posisi Indonesia sebagai pengekspor minyak sawit mentah (CPO) terbesar ke negara konsumen utama, India. saat ini digeser oleh Malaysia Mengutip Reuters, ekspor minyak sawit Malaysia ke India melonjak 238% menjadi 2,42 juta ton dalam tujuh bulan pertama tahun pemasaran 2020-2021 yang dimulai pada 1 November.  Namun selama periode tersebut, pengiriman minyak sawit Indonesia ke India turun 32% menjadi 2 juta ton.

Reporter: Agatha Olivia Victoria
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...