Harga Minyak Bunga Matahari Cina Lebih Murah, Bagaimana Nasib Ekspor Sawit RI?

Ferrika Lukmana Sari
28 Agustus 2024, 05:33
sawit
Katadata
Acara Press Touring 2024 terkait kontribusi sawit untuk APBN dan Perekonomian di Belitung, Sumatera pada 27-30 Agustus 2024. Acara ini dihadiri Plt. Direktur Kemitraan BPDPKS Kabul Wijayanto, Analis Kebijakan Madya PKPN BKF Nursidik Istiawan, Bupati Belitung Timur Burhanudin, Direktur ANJ Group Moch. Fitriansyah dan Ketua Umum GAPKI Eddy Martono.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Ekspor minyak sawit mentah (CPO) Indonesia cenderung merosot dalam beberapa tahun terakhir. Salah satunya disebabkan karena harga CPO lebih mahal dari minyak nabati lain, seperti minyak biji bunga matahari dari Cina.

Berdasarkan data Asosiasi Penguasaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), volume ekspor bahan baku CPO mencapai 21,36% pada 2020, lalu turun menjadi 10,12% dari total produk sawit Indonesia pada 2023.

Hal ini juga tercermin dari penurunan nilai ekspor minyak sawit. Tercatat ekspor minyak sawit pada 2020 mencapai US$ 22,70 miliar, lalu naik menjadi US$ 34,90 miliar pada 2021 dan US$ 37,76 miliar pada 2022.

Namun pada 2023 justru merosot menjadi US$ 29,54 miliar. Penurunan itu diperkirakan bakal berlanjut pada 2024, karena pencapaian ekspor pada Mei 2024 baru US$ 9,78 miliar. Nilai ini berkontribusi 10,01% dari total ekspor nonmigas.

Ketua Umum Gapki Eddy Martono mengungkapkan, penyebab penurunan ekspor tersebut karena harga minyak biji bunga matahari lebih murah dari minyak sawit. Cina juga sedang kelebihan pasokan minyak biji bunga matahari.

"Kadin Cina sampaikan, harga minyak sawit lebih mahal dari minyak bunga matahari. Sehingga mereka melakukan pembelian minyak bunga matahari lebih banyak, dan ada pengurangan impor sawit ke kita," kata Eddy dalam acara bertajuk Kontribusi Sawit untuk APBN dan Perekonomian di Belitung, Selasa (27/8).

Jika ini terus berlanjut, Eddy khawatir ekspor minyak sawit ke Cina tidak bisa mencapai 5,5 juta ton. Karena Cina merupakan negara utama tujuan ekspor minyak sawit Indonesia setelah India, Uni Eropa dan Pakistan.

"Jadi saya minta saran, kemudian ada rencana untuk memperbarui MoU atau perjanjian kerja sama dengan Cina, nanti langsung Menteri Perdagangan yang tanda tangan," ujarnya.

Melalui Kebijakan Fiskal

Selain memperbarui kerja sama dengan Cina, Gapki juga mendorong kebijakan fiskal pemerintah yang lebih fleksibel. Misalnya, melalui penentuan harga jual minyak sawit yang lebih kompetitif.

"Kita perlu kebijakan pemerintah, dengan memainkan sedikit instrumen fiskal. Jika pada waktu harga sawit kita tidak kompetitif, bisa diturunkan sementara. Setelah kompetitif bisa kita naikan kembali," kata dia.

Menurut Eddy, sejumlah langkah perlu dilakukan, karena pangsa pasar minyak sawit di dunia hanya 33%. Artinya, masih ada kontribusi 67% minyak nabati lain, seperti minyak biji bunga matahari.

Dia mencontohkan, negara Nigeria yang sangat membutuhkan pasokan minyak sawit tradisional dan minyak merah. "Nigera masih butuh minyak sawit kita, kita masih punya banyak peluang," ujarnya.

Selain itu, Gapki juga mendorong pengembangan industri sawit menuju Indonesia Emas 2024. Berikut enam langkah pengembangan industri sawit dari Gapki:

1. Peningkatan Produksi dan Produktivitas

Melalui peremajaan tanaman, percepatan penggunaan klon-klon unggul, optimalisasi rekasaya teknologi dalam pengelolaan tanaman kelapa sawit, pemanfaatan lahan-lahan terlantar dan terdegrasi serta peningkatan kualitas SDM.

2. Pengembangan Pasar Ekspor

Melalui promosi dan diplomasi di pasar dunia, manjaga negara-negara impor tradisional dan peningkatan ekspor ke negara-negara nontradisional seperti Afrika dan Timur Tengah.

3. Pengembangan Industri Hilir dan Bionergi Berbasis Sawit

Melalui inovasi teknologi dan penerapannya untuk aneka produk hilir berbasis sawit dan optimasi penerapan bionergi berbasis kelapa sawit. 

4. Percepatan Penerapan ISPO

Percepatan penerapan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) untuk perkebunan sawit, peningkatan keberterimaan ISPO di pasar dunia melalui sosialisasi dan diplomasi

5. Peningkatan Kepastian Hukum dan Kemudahan Berusaha

Melalui pendidikan badan pemerintah untuk mengelola industri sawit dari hulu ke hilir yang terintergrasi, termasuk perizinan. Kemudian sikroninasi semua peraturan perundangan, menghindari aturan yang mudah berubah serta penyelesain perkebunan sawit yang diklaim masuk kawasan hutan.

6. Peningkatan Kampanye Positif Industri Kelapa Sawit

Melalui kampanye industri sawit di berbagai media terkait pentingnya industri sawit baik di dalam dan luar negeri. Kemudian kampanye penglolaan sawit yang mematuhi peraturan dan menerapkan kaidah pembangunan berkelanjutan.

Reporter: Ferrika Lukmana Sari

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...