Pemerintah Berencana Jalankan Tax Amnesty Jilid II Mulai Tahun Ini
Pemerintah mengusulkan program peningkatan kepatuhan wajib pajak dalam Rancangan Undang-Undang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Program tersebut berupa pengungkapan aset yang tidak dilaporkan dalam kegiatan pengampunan pajak atau tax amnesty pada 2016.
Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menjelaskan terdapat dua kebijakan pengungkapan aset dalam RUU KUP. Pertama, pengungkapan aset per tanggal 31 Desember 2015 yang belum dilaporkan pada saat tax amnesty. "Jadi ada kesempatan, mungkin setengah tahun dalam periode 2022 atau 2021 ini," ujar Suryo dalam Rapat Panitia Kerja KUP bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (5/7).
Menurut dia, pengungkap aset akan dikenakan pajak penghasilan (PPh) final sebesar 15% dari nilai aset. Namun, tarif akan diberikan sebesar 12,5% jika aset tersebut diinvestasikan ke surat berharga negara (SBN) yang ditentukan pemerintah.
Kemudian, WP akan diberikan fasilitas penghapusan sanksi. Suryo menjelaskan, bagi WP yang gagal berinvestasi dalam SBN terdapat konsekuensi pembayaran 3,5% dari nilai aset jika mengungkapkan sendiri kegagalan investasi atau 5% dari nilai aset apabila kerugian ditetapkan oleh Ditjen Pajak.
"Latar belakangnya masih banyak peserta pengampunan pajak yang belum mendeklarasikan. Apabila ditemukan oleh kami, membayar pajaknya 30% final ditambah sanksinya 200%," kata dia.
Kedua, pengungkapan aset WP orang pribadi yang diperoleh pada 2016-2019 dan masih dimiliki namun belum dilaporkan dalam surat pemberitahuan (SPT) 2019. Dengan demikian, akan dikenakan PPh final 30% dari nilai aset atau 20% dari nilai aset jika diinvestasikan dalam SBN yang ditentukan pemerintah. WP dalam skema ini juga dibebaskan dari sanksi denda administrasi.