• Laporan kemudahan berusaha atau easy of doing business Bank Dunia diwarnai skandal manipulasi
  • Peringkat EoDB berpengaruh besar pada kebijakan pemerintah berbagai negara, termasuk Indonesia.
  • Pemerintah menargetkan Indonesia naik ke peringkat 40 dari posisi 73 dalam laporan EoDB 2020.

    Dunia digegerkan oleh skandal manipulasi laporan peringkat kemudahan berusaha (easy of doing business/EoDB) Bank Dunia yang menyeret Direktur Pelaksana IMF sekaligus mantan CEO Bank Dunia Kristalina Georgieva. Banyak negara selama ini berupaya keras untuk mengejar kenaikan ranking. Salah satunya adalah Indonesia. 

    Advertisement

Laporan EoDB diluncurkan Bank Dunia sejak 2002. Bank Dunia memberikan skor penilaian dan meranking kemudahan berusaha di 190 negara, sejumlah parameter yang menggambarkan bagaimana peraturan dan implementasi aturan-aturan yang dibuat sebuah negara mempengaruhi berjalannya bisnis. 

Kenaikan ranking EoDB menjadi salah satu target besar pemerintahan Joko Widodo selama dua periode. Target ini pertama kali muncul pada 2016 saat Indonesia berada di peringkat 109, jauh di bawah Singapura di rangking 1 dan Malaysia di ranking 18. Indonesia bahkan di bawah Vietnam yang ada di rangking 90 dan FIlipina rangking 100.  

Jokowi pun mencanangkan target agar Indonesia masuk dalam rangking 40 besar sebelum periode pertamanya memerintah berakhir pada 2019. Namun, ranking Indonesia dalam laporan EODB 2020 yang dirilis Oktober 2019 justru mandek di posisi 73. Indonesia masih tertinggal dari Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, Ukiraina, Armenia, bahkan Uzbekistan

Peringkat Indonesia jauh dari harapan meski berbagai langkah telah dilakukan pemerintahan Jokowi selama periode pertama. Salah satunya, mempercepat izin investasi dengan sistem perizinan yang terintegrasi dalam Jaringan (online single submission/OSS) yang baru-baru ini kembali diluncurkan pemerintah setelah melalui berbagai perbaikan. 

Perizinan adalah satu dari empat indikator EoDB yang menjadi sorotan Jokowi karena berada pada peringkat di atas 100.  Pada laporan EoDB, indikator memulai bisnis Indonesia berada pada peringkat 140. Jokowi juga menyoroti indikator izin konstruksi yang berada di ranking 110, perizinan properti di posisi 106 dan perdagangan lintas negara di posisi 116. 

Jokowi pun masih kukuh mengejar ranking 40 kemudahan berusaha pada periode kedua pemerintahannya. Ia menilai posisi 73 dari 190 negara tak cukup bagi Indonesia, meski peringkat tersebut dianggap menunjukkan iklim investasi yang mudah bagi investor. 

""Itu artinya sudah masuk kategori mudah, tapi kategori itu belum cukup, kita harus mampu meningkatkan lagi, tingkatkan lagi dari mudah menjadi sangat mudah," kata dia.dalam acara Peresmian Peluncuran Sistem Online Single Submission (OSS) Berbasis Risiko di Jakarta, Senin (9/8).

Ia pun menekankan reformasi perizinan sebagai kunci untuk meningkatkan kemudahan berusaha. Pemerintah memberikan kemudahan perizinan  melalui OSS terbaru kepada bidang Usaha yang memiliki risiko aendah. Salah satunya UMKM. 

Namun, peringkat yang dikejar pemerintahan Jokowi kini justru tersangkut masalah. Bank dunia dikabarkan membatalkan laporan EODB 2022 yang seharusnya dirilis pada tahun ini karena skandal menipulasi yang melibatkan pejabat Bank Dunia. Skandal ini terungkap berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh firma hukum WilmerHale atas permintaan komite etika Bank Dunia.

Bank Dunia merilis hasil investigasi tersebut pada Kamis (16/9) dengan kesimpulan bahwa Presiden Bank Dunia Jim Kim dan Direktur Pelaksana IMF Kistalina Georgieva yang saat itu menjadi CEO Bank Dunia diduga menekan para ekonom untuk meningkatkan peringkat Cina pada laporan EODB 2018. Selain itu, ada juga tuduhan bahwa laporan 2020 dimanipulasi untuk meningkatkan peringkat Arab Saudi.

Dilansir dari New York Times, manipulasi dilakukan setelah Kim membahas peringkat dengan para pejabat Cina yang merasa kecewa dengan peringkat negara tersebut. Ia khawatir kekecewaan itu akan mempengaruhi peningkatan modal dari Cina.

Dari hasil penyelidikan diketahui bahwa staf Jim Yong Kim menggelar pertemuan untuk menemukan cara bagaimana meningkatkan peringkat Cina. Georgieva disebut terlibat dalam pertemuan tersebut dan bekerja dengan ajudannya untuk membuat Cina terlihat lebih baik tanpa mempengaruhi peringkat negara lain. Mereka diduga memanipulasi  untuk meningkatkan peringkat Cina pada 2018 sebanyak tujuh peringkat dari yang seharusnya menjadi 78, seperti pada 2017.

Tim investigasi mengidentifikasi tiga poin data yang diubah untuk meningkatkan peringkat Cina. Salah satunya, Cina telah mengeluarkan undang-undang terkait transaksi yang dijamin, seperti ketika seseorang melakukan pinjaman dengan agunan. Staf Bank Dunia memutuskan bahwa hal itu dapat meningkatkan skornya Cina terkait persoalan hukum.

“Karyawan Bank Dunia tahu bahwa perubahan itu tidak pantas tetapi mayoritas karyawan Doing Business yang berbicara dengan kami mengungkapkan ketakutan akan pembalasan,” kata laporan tersebut, dikutip dari The Wall Street Journal, Jumat (17/9). 

Dalam laporan EoDB 2016-2020, peringkat kemudahan berusaha Cina hampir setiap tahun meningkat. Pada laporan 2016, Cina berada di ranking 80, lalu naik ke rangking 78 pada laporan 2017. Sementara pada laporan 2018, rangking Cina tak Bergeser dan baru melesat pada laporan 2019 ke posisi 46 dan laporan 2020 di posisi 31.

 Selain Cina, hasil investigasi yang dilakukan firma hukum WilmerHale juga menunjukan adanya dugaan manipulasi untuk meningkatkan peringkat Arab Saudi (Doing Bussiness 2018), Uni Emirat Arab dan juga Azerbaijan (Doing Business 2020).

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement