Kecil Kemungkinan Ada Bank Gagal pada Tahun Depan
Negara-negara G20 mewaspadai perekonomian tahun depan yang kemungkinan masih akan menghadapi gejolak. Inflasi yang masih tinggi dan respons kenaikan suku bunga acuan dikhawatirkan akan memicu krisis keuangan. Otoritas keuangan di Indonesia mewaspadai dampak gejolak ekonomi global terhadap sistem keuangan di Tanah Air, salah satunya industri perbankan.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan Purbaya Yudhi Sadewa menyebut, kondisi perbankan saat ini jauh lebih baik dibandingkan saat Indonesia diterpa krisis moneter pada 1998, krisis keuangan global pada 2008, maupun pandemi Covid-19. Kondisi modal dan likuiditas jauh lebih kuat.
“Tahun ini kami anggarkan delapan BPR jatuh karena biasanya ada 5-6 BPR yang ditutup setiap tahun. Namun sampai November, belum ada yang jatuh. Ini lebih baik dari perkiraan semula" kata Purbaya dalam wawancara khusus dengan Katadata.co.id.
Menurut Purbaya, ruang ekspansi dan pertumbuhan perbankan masih terbuka asalkan kebijakan terus terjaga. Ia menyebut perekonomian saat ini masih akan cukup kondusif hingga beberapa tahun ke depan.
Guna membahas situasi terkini, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menggar pertemuan dengan lembaga penjaminan simpanan dari beragai negara sebagai bagian dari rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi G20.
Apa saja yang dibahas dan bagaimana gambaran sektor perbankan menghadapi risiko gejolak ekonomi tahun depan. Berikut wawancara lengkap Katadata.co.id dengan Purbaya Yudhi Sadewa.
Dalam pertemuan dengan LPS negara-negara lain, apa saja yang menjadi pembahasan? Apakah ancaman krisis keuangan menjadi salah satu isu?
Kami mengadakan dua side event G20. Pertama, PRC Asia-Pasific Regional Committee, itu study visit membahas risk management, digitalisasi, dan cyber security sebenarnya. Menarik sekali diskusinya.
Kedua, adalah IDIC, international conference. Kami mencoa membahas climate change, decarbonization, sustainability, dan green economy. Kenapa kami bawa isu itu? Karena saya lihat selama itu LPS-nya dunia itu jarang sekali mengaitkan pekerjaan dari penjaminan dengan climate change atau ekonomi hijau. Jadi kami ingin memulai.
Ini adalah yang pertama di dunia, Deposit Insurance Corporation dunia membahas perubahan iklim.
Ada hubungan secara langsung antara perubahan lingkungan dengan tugas LPS sebagai lembaga resolusi bank?
Kalau langsung-langsung aja belum kelihatan, tapi bagaimanapun, kami harus memberi dukungan untuk bertumbuhnya ekonomi hijau. Kami belum lama ini memberikan penghargaan kepada bank-bank yang menjalankan pinjaman hijau, kami ranking. Ini diharapkan men men-trigger bank-bank untuk mulai memikirkan pinjaman yang lebih hijau ke depannya.
Tapi kalau ditanya apakah nanti konsumen nasabah bank yang tidak melakukan hijau, kalau banknya bangkrut tidak dibayar? Belum sampai sana.
Jadi karena miskinnya research, kami men-trigger diskusi. Ini supaya nanti ke depan ke depan, LPS dunia kalau lagi berbicara, riset, diskusi, selalu memikirkan green economy dikaitkan dengan pekerjaan kami. Sehingga nanti kami dapatkan formasi yang bagus dan tepat, apa langkah atau kebijakan yang pas untuk lembaga seperti kita.
Salah satu juga yang ramai di pertemuan G20 itu soal pengetatan moneter yang bisa berdampak pada krisis keuangan. Nah, kalau di Indonesia sendiri sebenarnya bagaimana kondisi perbankan?
Perbankan kita saat ini dalam kondisi yang sangat baik. Level permodalan mencapai 25,12%, jauh berada di atas threshold. Kondisi likuidits juga sangat ample.
Sebagai gambaran juga, pada tahun ini sebenarnya kami anggarkan delapan BPR jatuh karena biasanya ada lima sampai enam BPR yang jatuh. Namun hingga November, belum ada BPR yang jatuh. Kalau lihat kondisi ekonomi, biasanya BPR jatuh lebih dulu dibandingkan bank umum. Jadi kondisi seekarang, jauh lebih baik dari perkiraan kita semula.
Ini artinya ada perbaikan real di perekonomian yang mungkin orang underestimate. Oh, kita mau jatuh, mau ini mau itu. Saya sih melihat data, kalau nggak ada bank yang jatuh berarti bagus dong. Apalagi bank yang besar, keadaanya sekarang amat baik. Kalau anda bicara tentang likuiditas, tidak ada bank yang saat ini meributkan.
Ini berbeda dengan tahun 2020, kita malah keadaannya cukup gawat. Untung anda nggak tahu, jadi enggak pada tarik dana di bank.
Sekarang pun saya lihat, walaupun Bank Indonesia sudah mnaikkan bunga 1,75%, kondisi di sistem keuangannya masih relatif cukup longgar. Kalau saya lihat indikator yang biasa dipakai oleh pengambil kebijakan moneter di dunia itu, base money atau primary money-nya masih sekitar 22% di data terakhir yang kami punya. Artinya, cukup longgar sekali untuk mendorong pertumbuhan sampai sekarang. Makanya kita bisa tumbuh 5,7% pada kuartal III, karena memang kebijakan moneternya mendukung juga.
Jadi ancaman krisis jauh lah, ya, Pak?
Saya rasa jauh, selama kebijakan dijaga terus. Kita kemungkinan akan ekspansi terus. Kalau kita lihat siklus krisis itu kan sekarang tujuh tahunan. Kita jatuh tahun 2020, ya 2021 mulai bangkit. Paling sial-sial itu, 2028 baru kita mulai jatuh lagi. Kecuali kita jadi lebih bodoh dalam mengelola sistem keuangan dari sebelumnya, tapi sih enggak ya. Jadi ekspansi akan sampai 2028 nanti. LPS agak tenang sedikit sampai 2028.
Kami juga monitor terus kondisi perbankan dan BPR ecara reguler ya. Kita sekarang punya Single Customer View (SCV) datanya period time, dan kami monitor terus. Kalau ada problem ya kami perbaiki secepatnya. Tapi pada dasarnya, harusnya sih keadaan akan cukup kondusif sampai beberapa tahun ke depan.
LPS saat ini punya kewenangan lebih besar dalam resolusi bank. Apakah sudah ada persiapan atau simulasi jika terjadi situasi terburuk, misalnya ada bank yang jatuh?
Kami selalu simulasi setiap tahun. Ada simulasi jatuh bank beberapa, bukan simulasi rata-rata. Jadi misalnya banknya jatuh beberapa, kemudian kami latihan di LPS, bagaimana responnya antar departemen segala macam. Ada juga simulasi jika presiden mengaktifkan kondisi krisis, program restrukturisasi perbankan akan seperti apa. Sudah kami simulasikan semua.
Itu sih dari sisi LPS, saya lihat sudah siap dari sebelum-sebelumnya. Jadi kalau terjadi pun, seharnya enggak ada masalah. Tapi tentang apakah artinya perbankan akan menghadapi tekanan berat dalam waktu dekat? Saya masih melihat peluangnya cukup kecil tahun depan atau dua tahun ke depan ya.
Soal RUU PPSK yang baru diinisiasi DPR. Nantinya akan ada kewenangan LPS tentang penjaminan asuransi. Apakah sudah mulai bersiap atau melihat benchmark negara lain?
Kami pastinya menunggu sampai undang-undangnya keluar. Namun, kami saat ini sudah kontak Malaysia yang sudah menjamin asuransi, juga Korea untuk saling tukar pengalaman. Di sisi lain, kami juga memberikan pengalaman mungkin gimana menangani BPR, karena enggak semua negara punya BPR kecil yang bisa diberlakukan sebagai lab untuk latihan penanganan bank.
Kami bertukar informasi dengan Malaysia dan Korea untuk mempelajari solusi asuransi, bagaimana cara terbaiknya. Walaupun di atas kertas bisa dipelajari, tetapi akan lebih enak lebih jelas kalau belajar dari negara yang langsung sudah mengalami bagaimana dia memperbaiki asuransi.
Artinya belum ada perhitungan kebutuhan dana awalnya, Pak?
Sekarang belum, itu kan masih ada transisi lagi tiga sampai lima tahun, mungkin lima tahun sampai betul-betul dipraktekkan. Jadi dalam waktu dekat, mungkin persiapan kami adalah mempersiapkan infrastruktur dan peraturan turunannya supaya dunia asuransi betul-betul siap untuk dijamin LPS. Yang kita enggak mau adalah misalnya perusahaan asuransi enggak dibenahi. Jadi ketika dimulai proyek penjaminan tahun depan semua jatuh, padahal kami belum punya uang.
Kami maunya dirapikan dulu asuransinya dan pelan-pelan uangnya dikumpulkan dari premi. Belum tahu berapa dari premi yang akan dipungut, tetapi yang jelas ke depannya harus seperti itu. Premi ini walaupun memberatkan asuransi domestik terutamanya, tapi kan sekarang climate asuransi domestik agak terganggu karena banyak yang jatuh. Saya pikir dengan adanya penjaminan ini akan bisa memperbaiki kepercayaan masyarakat ke asuransi dalam negeri dan asuransi yang lain secara keseluruhan.
Terakhir, soal gambaran perekonomian dan sistem keuangan tahun depan?
Tekanan global memang masih ada, tetapi jangan khawatir. Ekonomi Indonesia akan tumbuh dengan baik dan seharusnya keadaan finansial juga akan tetap baik.