MPR Angkat Wacana Amendemen UUD 1945, Apakah Diperlukan Saat Ini?

Rizky Alika
20 Agustus 2021, 19:10
Amendemen UUD 1945, MPR, UUD
ANTARA FOTO/Sopian/Pool/wpa
uasana Sidang Tahunan MPR 2021 yang dihadiri Presiden Joko Widodo dan Wapres Ma\'ruf Amin di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/8/2021). ANTARA FOTO/Sopian/Pool/wpa

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengusulkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) masuk dalam perubahan terbatas Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Namun, pakar tata hukum negara menilai tidak ada urgensi untuk melakukan amendemen UUD 1945.

Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Aturan tersebut mengatur Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan Rencana Pembangunan Jangka Pendek (RPJP).

"Tidak ada urgensinya. Kalau fokus memasukan PPHN, tidak perlu," kata Pakar Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti kepada Katadata.co.id, Kamis (19/8).

 Bila masih terdapat kritik terhadap pembangunan, kesalahan bukan terjadi pada aturan, melainkan pelaksanaan rencana. "Jadi salah sasaran kalau memperbaiki dengan PPHN karena yang dibutuhkan kepemimpinan dan pelaksanaan rencana," ujar dia.

Selain itu, ia menilai keberadaan PPHN yang sebelumnya dikenal dengan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tidak kompatibel dengan sistem ketatanegaraan sekarang. Ini lantaran presiden saat ini dipilih oleh rakyat.

Berbeda dengan situasi zaman dulu, presiden dipilih oleh MPR. Maka dengan kondisi saat ini, PPHN tidak akan memberikan implikasi tata hukum negara dan MPR tak bisa menjatuhkan presiden apabila terdapat program yang tidak dijalankan.

"MPR tidak bisa berbuat apa-apa karena presiden bukan dipilih MPR. Kalau mau menjatuhkan presiden, harus melalui pemakzulan," ujar dia.

Selain itu, ia menilai keinginan MPR untuk memiliki kontrol terhadap presiden tidak sesuai dengan penyelenggaraan negara yang modern. Di sisi lain, Bivitri khawatir amandemen UUD 1945 akan ditunggangi kepentingan politik lain.

"Sangat mungkin Pasal 37 UUD 1945 menghasilkan agenda baru, bisa muncul keterkatian argumen satu pasal dan satu pasal lain," katanya.

Terlebih, MPR dan DPR memiliki kepentingan yang berbeda-beda. DPR memiliki keinginan untuk memperkuat DPD, sementara MPR ingin memperkuat posisi lembaganya.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...