Deretan Konflik PPP Sejak Orde Baru Hingga Saat Ini, Terbaru Suharso

Ameidyo Daud Nasution
13 September 2022, 11:56
ppp, suharso monoarfa, partai
ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/YU
Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa (kedua kiri) berjabat tangan dengan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari (kiri) sebelum menyerahkan berkas pendaftaran partai politik calon peserta Pemilu 2024 di gedung KPU, Jakarta, Rabu (10/8/2022).

Konflik kepemimpinan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) masih terus terjadi. Terbaru, Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PPP di Serang, Banten pada Minggu (4/9) memutuskan untuk memberhentikan Ketua Umum Suharso Monoarfa.

Ini lantaran Suharso memberikan pernyataan kontroversial soal pemberian amplop kepada kiai. Posisinya digantikan oleh Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Muhammad Mardiono sebagai Pelaksana tugas Ketum.

Advertisement

Meski demikian, Suharso menegaskan dirinya masih menjadi Ketum yang sah. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) itu bahkan menemui Presiden Joko Widodo di Istana pada Senin (12/9) untuk membahas masalah kepemimpinan Partai Kakbah.

"Nanti kami selesaikan baik-baik," ujar dia usai menghadap Presiden.

Sementara Mardiono masih menunggu arahan Jokowi terkait statusnya sebagai Wantimpres. Ia mengatakan, dua jabatan yang sedang didudukinya sekarang ini berada dalam ruang berbeda. 

Kisruh kepemimpinan bukan hal baru bagi PPP. Sejak awal dibentuk pada era Orde Baru, partai ini kerap dilanda konflik dalam perebutan kekuasaan. 

Di masa lalu, pemerintahan Soeharto bahkan ikut campur dalam masalah suksesi pimpinan partai politik. Dikutip dari berbagai sumber, berikut daftar konflik yang pernah melanda PPP:


Djaelani Naro

Djaelani Naro atau biasa dipanggil John Naro adalah Ketua Umum kedua PPP yang menjabat pada 1978 hingga 1989. Ia menduduki posisi ini usai menggeser Ketum sebelumnya yakni Mohammad Syafa'at Mintaredja.

Saat itu, Djaelani mendeklarasikan diri sebagai Ketua Umum tanpa melalui muktamar. Ia juga dianggap sebagai representasi pemerintahan Orde Baru. Bukan tanpa sebab, proses suksesi kepemimpinan PPP saat itu digalang oleh tangan kanan Presiden Soeharto yakni Ali Moertopo.

PPP di era tersebut merupakan partai yang relatif masih baru. Partai tersebut terdiri dari fusi sejumlah partai Islam seperti Partai Nahdlatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat Islam Indonesia, serta Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islamiyah.

Di era Djaelani, perseteruan faksi Nahdlatul Ulama (NU) dan eks Parmusi semakin memanas. Puncaknya, NU memutuskan keluar dari PPP usai Naro memangkas jumlah caleg NU dalam Pemilu 1982.

Halaman Selanjutnya
Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement