Beberapa menteri kabinet memiliki perbedaan pendapat mengenai kajian Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di wilayah Kabupaten Bekasi, Karawang, dan Purwakarta. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan penolakan atas usulan pembentukan KEK tidak tepat karena masih menunggu hasil kajian.
“Kami belum tahu hasil studinya. Tidak (berdasarkan) suka atau tidak suka. Hasil studi yang nanti jadi acuan,” kata Luhut di Kantor Kementerian Koordinator Maritim, Jakarta, Jumat (10/11).
Luhut menyatakan hasil kajian itu yang akan membuktikan apakah pembentukan KEK di kawasan Bekasi dan sekitarnya sudah tepat atau tidak. Dia meminta pihak-pihak yang tidak sepakat dengan usulan tersebut menunggu kajian. Rencananya, kajian ini akan diselesaikan dalam dua pekan sejak Kamis (2/11) lalu.
(Baca: Luhut Dorong KEK Bekasi, Kepala Bappenas: Cocoknya Jadi Metropolitan)
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan KEK lebih cocok dioperasikan di wilayah luar Pulau Jawa. "KEK itu cocoknya luar Jawa, tapi nanti kami akan lihat kembali," kata Airlangga kepada Katadata, Kamis (9/11).
Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengungkapkan pembentukan KEK di wilayah Kabupaten Bekasi, Karawang, dan Purwakarta tidak layak. Kawasan tersebut, dianggap sudah berkembang pesat, telah memiliki fasilitas pembangunan infrastruktur dan tak memerlukan insentif fiskal.
"Jadi yang akan kami dorong adalah pengembangan kawasan metropolitan karena kawasan metropolitan Jakarta masih terpaku seolah hanya Jabodetabek," kata Bambang di kantornya, Jakarta, Senin (6/11).
(Baca: Meikarta Masuk KEK Bekasi, Bakal Dapat Kemudahan Investasi)
Bambang menjelaskan, dengan menjadi kawasan metropolitan, pemerintah dapat berfokus kepada pengembangan infrastruktur dan konektivitas di wilayah tersebut. Selain itu aturan yang dibuat bisa lebih dinamis dan efisien untuk memudahkan investasi. "Kalau (di wilayah) ini kan sudah banyak investor tapi kami ingin lebih banyak lagi yang datang," katanya.
Apalagi menurut Bambang, pada 2045 nanti Bandung dan Jakarta akan bersinggungan lantas membentuk megapolitan berpenduduk 80 juta orang. Oleh sebab itu perlu segera ada penataan yang dilakukan dari tingkat perencanaan. "Antisipasi infrastrukturnya, lalu penataan ruang serta memisahkan daerah perumahan, industri, hingga mana lahan pertanian," kata Bambang.
Usulan soal KEK ini datang dari Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia dalam pertemuan dengan Presiden Joko Widodo pada Kamis (26/10). Dalam pertemuan hampir tiga jam yang juga dihadiri CEO Lippo Grup James Riady, Kadin meminta agar pemerintah mengkaji opsi menjadikan wilayah Bekasi, Karawang, dan Purwakarta sebagai KEK. Luhut pun ditunjuk Jokowi untuk mengkoordinasikan usulan pembentukan KEK.
(Baca: Jokowi Bahas Hambatan Bisnis dengan Pemilik Grup Lippo dan Sinarmas)
Luhut mengatakan, dengan adanya KEK, perizinan di daerah tersebut akan dipermudah. Selain itu, 23 kawasan yang terdapat di KEK tersebut akan terhubung dengan adanya berbagai infrastruktur penunjang.
Salah satu kawasan yang akan masuk ke dalam KEK adalah megaproyek Meikarta yang dikelola oleh PT Lippo Cikarang Tbk. Hingga kini, Pemerintah Provinsi Jawa Barat masih membahas Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi, termasuk di dalamnya proyek Meikarta. Belum rampungnya pembahasan RDTR membuat Meikarta hingga kini belum mengantongi izin Amdal dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), meskipun mereka gencar berpromosi.