KATADATA - Pemerintah Provinsi (pemprov) Papua merespons tawaran divestasi saham PT Freeport Indonesia. Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan masyarakat Papua sangat menginginkan bisa mendapat saham di Freeport Indonesia. Apalagi perusahaan tambang ini sudah lama mengambil sumber daya alam di daerah tersebut.
Masalahnya, Pemerintah Daerah Papua tidak memiliki cukup dana untuk bisa mengambil alih saham tersebut. Pemprov Papua masih mendiskusikan hal ini dengan pemerintah pusat untuk mendapatkan kemudahan terkait pendanaan. Lukas ingin agar 10,64 persen saham Freeport Indonesia diberikan kepada Pemprov Papua secara cuma-cuma tanpa membayar uang sepeser pun.
“Kami justru minta gratis, enggak usah bayar-bayar. Karena dia (Freeport) sudah mengambil kekayaan kami," ujar dia usai pertemuan lintas gubernur se-Indonesia di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta, Senin (15/2).
Pada 13 Januari lalu, Freeport Indonesia mengirim surat pelepasan saham 10,64 persen senilai US$ 1,7 miliar atau sekitar Rp 23,5 triliun. Langkah itu untuk memenuhi ketentuan divestasi lanjutan hingga 20 persen – saat ini pemerintah sudah memegang 9,36 persen. Pemerintah memiliki waktu dua bulan untuk memutuskannya.
Pemerintah pusat menjadi pihak pertama yang berhak mengambil alih saham tersebut. Masalahnya dana sebanyak ini tidak dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016. Pemerintah daerah mendapat prioritas kedua, jika pemerintah pusat tidak mengambil opsi ini. Penawaran selanjutnya diberikan ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), kemudian swasta atau dilepas ke lantai bursa. (Baca: Pemerintah Pastikan BUMN Ambil Alih Freeport)
Menteri BUMN Rini Soemarno menyatakan ketertarikannya untuk mengambil divestasi saham Freeport Indonesia. Dia merasa BUMN perlu untuk menguasai wilayah tambang sekelas Freeport agar ekspansi wilayah penguasaan BUMN semakin luas. Makanya dia ingin ada perwakilan BUMN yang terlibat dalam manajemen Freeport Indonesia dan memiliki sahamnya.
Ini akan dilakukan jika pemerintah daerah melepas opsinya. Dia juga telah menyiapkan empat perusahaan BUMN pertambangan untuk membeli saham tersebut. Hanya saja, kata Rini, harga saham yang ditawarkan Freeport Indonesia terlalu mahal. (Baca: Freeport: Harga Saham Divestasi Masih Wajar)
Selagi harga yang ditawarkan Freeport Indonesia masih mahal, BUMN belum mau membeli saham divestasi. Dia pun meminta BUMN sekuritas, yakni PT Danareksa (Persero) dan PT Mandiri Sekuritas untuk menghitung besaran nilai wajar harga saham Freeport Indonesia.
Menurut dia, jika mengacu pada harga komoditas yang sedang rendah saat ini, harga saham Freeport Indonesia tidak akan setinggi itu. “Kalau mereka hitung pakai reserve tambangnya, kita lihat sekarang harga tambang lagi jatuh dan sangat banyak yang turun, jadi ini terlalu tinggi harganya,”ujar Rini. (Baca: Belum Bayar US$ 530 Juta, Freeport Dapat Rekomendasi Ekspor)