Cost Recovery Terus Naik, Kementerian ESDM Sebut Tak Bebani APBN

Arief Kamaludin (Katadata)
Ilustrasi, logo Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Kementerian ESDM menilai kontrak migas cost recovery tidak memberatkan APBN.
11/3/2020, 16.57 WIB

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM menyebut banyak pihak salah persepsi terhadap cost recovery. Kontrak bagi hasil migas tersebut dianggap membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Padahal Tenaga Ahli Kementerian ESDM Nanang Untung mengatakan cost recovery terus naik karena blok migas Indonesia sudah tua. Sehingga memerlukan dana yang lebih besar.  

"Cost recovery diasumsikan sebagai APBN, itu kesalahan kita semua. Sebab, banyak yang mengatakan skema ini berpotensi mengurangi pendapatan negara," ujar Nanang dalam diskusi di Jakarta, Rabu (11/3).

Menurut dia, skema cost recovery justru bisa mengurangi resiko besar dalam mengembangkan proyek migas. Sebab, cost recovery baru dibayarkan ketika ada produksi migas yang dihasilkan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). 

 "Ketika dapat (migas), pemerintah bayar lagi dengan produksi. Kalau tidak dapat ya selesai. Jadi tidak ada hubungannya dengan APBN," ujarnya.

(Baca: Menteri ESDM: Skema Gross Split Belum Cukup Menarik Investor)

Namun, pemerintahan sebelumnya malah membuat skema kontrak baru gross split karena menganggap cost recovery dalam APBN bakal terus naik. Hasilnya pun tak cukup  memuaskan, terutama dalam besaran bagi hasil milik pemerintah. 

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan