Penjualan 20% saham Vale Indonesia (INCO) kepada Asahan Alumunium (Inalum) molor dari target akhir tahun lalu. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memperkirakan divestasi tesebut rampung selambat-lambatnya Juni tahun ini.

Saat ini, proses divestasi masih berjalan. "Nah, tunggu saja maksimal di pertengahan tahun ini sudah bisa ada info yang terbaik," kata Erick ketika ditemui di Jakarta, Jumat (17/1).

Ia mengaku tidak mengetahui alasan mundurnya penyelesaian divestasi Vale. "Saya tidak tahu karena kan itu di bawah Inalum," ujarnya.

(Baca: Kementerian BUMN Tambah Satu Kursi Direksi di Holding BUMN Tambang)

Yang jelas, pengambilalihan saham Vale dinilai Erick sebagai langkah positif seiring semakin berkembangnya penggunaan kendaraan listrik. Nikel, komoditas produksi Vale, merupakan bahan dasar untuk pembuatan baterai mobil listrik.

"Kita produsen nikel nomor satu, terbesar di dunia mungkin. Nah, dengan itu bagaimana bahwa akuisisi Vale juga menjadi bagian penting secara strategic plan," kata dia.

Inalum menganggarkan dana sebesar US$ 500 juta atau sekitar Rp 7 triliun untuk mengambil 20% saham Vale. Namun, Sekretaris Perusahaan Inalum Rendi Witular belum menjelaskan sumber pendanaan untuk akuisisi tersebut.

"Masih dikaji, masih nego. Jadi belum bisa memberikan banyak informasi," kata dia kepada Katadata.co.id pada akhir tahun lalu.

(Baca: Ini Daftar Investasi Uni Emirat Arab di Sektor Energi dan Migas RI)

Mantan Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin yang kini menjabat Wakil Menteri BUMN sempat mengatakan, melalui kepemilikan 20% saham Vale dan 65% saham Antam, Inalum memiliki akses terhadap cadangan dan sumber daya nikel terbesar dan terbaik di dunia.

"Ke depan, akses ini akan strategis mengamankan pasokan bahan baku industri hilir berbasis nikel, baik stainless steel hingga baterai kendaraan listrik," kata Budi kepada Katadata.co.id, November tahun lalu.