Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) segera menerbitkan aturan mengenai kewajiban memasok batu bara dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) maksimal 25% tahun ini. Ketentuan ini lebih longgar dibandingkan sebelumnya yang dipatok pada persentase tertentu.
Tahun lalu, DMO batu bara dipatok sebesar 25% dari rencana produksi yang sebesar 485 juta ton. Ini artinya sebesar 121 juta ton. Sedangkan tahun ini, DMO sempat direncanakan naik menjadi 26% dari rencana produksi yang sebesar 489,12 juta ton. Ini artinya sebesar 128 juta ton. Meskipun, rencana ini artinya batal seiring keputusan DMO maksimal 25%.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Bambang Gatot Ariyono mengatakan kebutuhan batu bara dalam negeri tidak lebih dari 122 juta ton pada tahun ini. Maka itu, pihaknya memutuskan DMO maksimal 25%. "Sebentar lagi akan ada aturannya, maksimal 25%, itu sudah cukup," ujar Bambang di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (1/4).
(Baca: Produksi Batu Bara Tahun Lalu 14,8% di Atas Target)
Adapun sepanjang Januari hingga 21 Maret 2019, realisasi produksi batu bara tercatat sebesar 42,54 juta ton, atau 8,6% dari target yang sebesar 489,12 juta ton. Sementara itu, total penjualan batu bara dalam negeri sebesar 14,6 juta ton, atau 34,3% terhadap produksi.
Tahun lalu, sebanyak 34 perusahaan tercatat tidak memenuhi ketentuan DMO batu bara sebesar 25%. Konsekuensinya, pemotongan produksi batu bara. Realisasi DMO hanya 115 juta ton dari target 121 juta ton. Sementara produksi batu bara tercatat sebesar 528 juta ton, melampaui target yang sebesar 485 juta ton.
(Baca: Meski Diprotes, Sanksi Pemangkasan Produksi Batu Bara Tetap Berlaku)
Meski tak capai target, Bambang sempat menjelaskan bahwa kebutuhan batu bara dalam negeri, terutama untuk pembangkit listrik dan industri sudah terpenuhi. "Jadi ini sesuai dengan kebutuhan tahun berjalan," kata dia, awal Januari lalu.