Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memprediksi produksi mineral PT Freeport Indonesia tahun ini turun hampir separuh dari tahun lalu. Ini karena tambang terbuka telah habis.
Tahun ini, produksi mineral PT Freeport Indonesia hanya 1,2 juta ton. Tahun lalu, produksinya bisa mencapai 2,1 juta ton.
Adapun untuk ekspor juga turun menjadi 200 ribu ton. Sisanya sebesar 1 juta akan dikirim ke PT Smelting Gresik untuk dimurnikan. Tahun lalu, ekspor bisa mencapai 1,2 juta ton.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan penurunan produksi karena ada transisi dari tambang terbuka ke bawah tanah. Namun,penurunan itu hanya sementara.
Bambang memperkirakan produksi konsentrat PTFI akan stabil pada 2021. Sedangkan puncak produksi pada 2025. "Nanti setelah itu akan stabil lagi," kata Bambang di Jakarta, Rabu (9/1).
Penurunan produksi dan ekspor pun berdampak pada pendapatan PTFI. Berdasarkan data dari PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), proyeksi pendapatan Freeport pada tahun depan sekitar US$ 3,1 miliar, sedangkan laba perusahaan sebelum dikurangi bunga utang dan pajak terutang yang harus dibayarkan kepada pemerintah (EBITDA) sekitar US$ 1 ,2 miliar.
Pendapatan Freeport mengalami penurunan sekitar 50% dibandingkan tahun ini sekitar US$ 6,5 miliar. Adapun, EBITDA mengalami penurunan sekitar 75% dibandingkan tahun ini sebesar US$ 4 miliar.
Dalam beberapa tahun ke depan penerimaan Freeport juga akan lebih rendah dari tahun ini. Tahun 2020, penerimaan Freeport sebesar US$ 3,8 miliar dan EBITDA mencapai US$ 1,7 miliar. Tahun 2021, penerimaan US$ 5,1 miliar dan EBITDA US$ 2,6 miliar. Tahun 2022, penerimaan US$ 6,1 miliar dan EBITDA US$ 3,6 miliar.
(Baca: Cadangan Tambang Terbuka Habis, Pendapatan Freeport Menurun Tahun 2019)
Adapun puncak pendapatan akan terjadi tahun 2023. Pada periode tersebut, pendapatan sekitar US$ 7,4 miliar dan EBITDA sebesar US$ 4,5 miliar.