Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Berly Martawardaya pesimistis regulasi anyar itu dapat rampung tahun 2019. "Di tahun politik 2019 sulit harapkan ada revisi UU besar seperti migas. Paling baru tahun 2020 terlaksana," kata Berly.

Menurut Berly, UU Migas yang baru menjadi penting karena Mahkamah Konstitusi sudah membatalkan keberadaan BP Migas. Lembaga itu kini menjadi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

Jika UU Migas yang baru terus berlarut akan berdampak ke investasi hulu migas. "Fraser institute dan survey PWC menempatkan indonesia di posisi bawah dalam daya tarik investasi migas," kata Berly.

Seperti diketahui, investasi migas sejak 2014 hingga 2017 terus turun. Tahun 2014, investasinya bisa mencapai US$ 21,7 miliar, tahun 2015 sebesar US$ 17,9 miliar, tahun 2016 sebesar US$ 12,7 miliar dan 2017 mencapai US$ 11 miliar.

(Baca: Wood Mackenzie Prediksi Harga Minyak Tahun Depan Stabil US$ 65-70)

Sementara itu, hingga kuartal III tahun 2018, investasi migas hanya US$ 8 miliar. SKK Migas menargetkan investasi hulu migas sampai akhir tahun ini hanya 79% dari target atau sekitar US$ 11,2 miliar dari target sepanjang tahun ini sebesar US$ 14,2 miliar.

Halaman:
Reporter: Anggita Rezki Amelia