Dirut PLN Buka-bukaan Soal Impor Barang Sektor Kelistrikan

ARIEF KAMALUDIN | KATADATA
20/8/2018, 17.36 WIB

PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) mengklaim sudah menggunakan produk lokal dalam pembangunan infrastruktur listrik. Ini menanggapi permintaan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menekan impor barang modal.

Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan tidak semua barang yang digunakan perusahaannya berasal dari impor. “Kalau untuk infrastruktur seperti kabel dan tiang 90 persen sudah dalam negeri,” kata dia di Jakarta, Senin (20/8).

Namun, mantan Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia itu juga tidak membantah ada produk yang masih diimpor. Apalagi komponen untuk pembangkit berkapasitas di atas 10 Megawatt (MW), seperti turbin. Angkanya bisa mencapai 70 hingga 80% yang diimpor.

Meski begitu, menurut Sofyan impor tersebut tidak berpengaruh terhadap Indonesia. Alasannya, itu merupakan pinjaman kredit ekspor luar negeri. Jadi, tidak melalui Indonesia.

Salah satu contoh, jika investor menggunakan pinjaman dari Jepang, maka barang berasal dari negeri Sakura tersebut. “Jadi tidak berpengaruh ke Indonesia. Kebutuhan dolar dan lain-lain kan dari investor, bukan dari kami,” ujar Sofyan.

Pemerintah memang sedang berupaya menekan pelebaran defisit transaksi berjalan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan salah satu upaya tersebut dengan menyisir proyek yang berkonten impor besar pada PT Pertamina dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). 

(Baca: Tekan Defisit, Impor Sejumlah Barang Pertamina dan PLN Akan Ditunda)

Menurut Sri, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menyeleksi daftar impor barang modal dari kedua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut. “Ada master list barang modal. Kami akan melihat apakah mereka bisa menambah  dari dalam negeri atau urgent impor,” kata Sri Mulyani di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Selasa (14/8).

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

Reporter: Fariha Sulmaihati