China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) mengungkapkan alasan tidak memperpanjang kontrak Blok Southeast Sumatra. Kontrak blok ini berakhir September 2018 mendatang.
Direktur Utama CNOOC Cui Hunyun mengatakan perusahaannya memang tidak ingin memperpanjang blok tersebut karena alasan skema kontrak. Pemerintah menginginkan kontrak baru itu menggunakan skema gross split.
Adapun, CNOOC menginginkan skema kontrak masih menggunakan cost recovery. Artinya biaya operasional kontraktor akan diganti pemerintah ketika berproduksi. “Kami bersedia untuk mengajukan proposal dengan cost recovery, tidak dengan gross split," kata dia dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR Jakarta, Kamis (31/5).
CNOOC Ltd masih menjadi operator hingga kontrak Blok Southeast Sumatera berakhir. Adapun hak kelola perusahaan asal Tiongkok itu sebesar 65,54%. Kemudian mitranya adalah PT Pertamina (Persero) 20.55%, PT Saka Energi Sumatra sebesar 8.91%, dan KUFPEC Indonesia SES BV sebesar 5%.
Sementara itu hingga April 2018, produksi minyak bumi CNOOC mencapai 31,295 ribu barel per hari. Padahal, targetnya 30 ribu bph.
Dalam kontrak baru, Blok Southeast Sumatra akan dioperatori anak usaha PT Pertamina (Persero). Pertamina menguasai 100% hak kelola. Namun dari jumlah itu sebesar 10% diserahkan ke Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
(Baca: Saka dan CNOOC Mundur dari Blok Southeast Sumatra)
Kontrak baru Blok Southeast Sumatera berlaku hingga 20 tahun. Bagi hasil minyak 31,5% kontraktor 68,5%. Bagi hasil gas 26,5% gas 73,5%.