Pemerintah akhirnya menyerahkan 100% hak kelola di delapan blok minyak dan gas bumi (migas) yang kontraknya segera berakhir (terminasi) tahun ini kepada PT Pertamina (Persero). Keputusan ini mengakhiri ketidakpastian nasib operator delapan blok itu pasca kontraknya berakhir, yang proses negosiasinya sudah berlangsung sejak akhir 2016 lalu.

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi mengatakan dengan keputusan itu maka penentuan mitra di masing-masing blok tersebut akan diserahkan kepada Pertamina. “Pemerintah Jumat kemarin sudah putuskan delapan blok terminasi itu diserahkan 100% ke Pertamina,” kata dia dalam pertemuan dengan para pimpinan media massa di kantor SKK Migas, Jakarta, Senin (16/4) malam.

Menurut Amien, pemerintah mempertimbangkan dua faktor dalam membuat keputusan tersebut. Pertama, membantu keuangan Pertamina yang tertekan oleh kenaikan harga minyak dunia dalam beberapa waktu terakhir ini. Seperti diketahui, harga minyak dunia sempat mencapai US$ 70 per barel namun harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium tidak dinaikkan dan di bawah harga keekonomiannya.

Kedua, mempercepat proses penandatanganan kontrak dan alih kelola blok-blok migas tersebut karena proses negosiasinya sudah berlangsung lama. Amien menjelaskan, pembahasan mengenai alih kelola delapan blok itu sudah dimulai sejak November 2016. Padahal, beberapa blok itu sekarang kontraknya sudah berakhir, seperti Blok Attaka, Tuban dan Ogan Komering.

Selanjutnya, pemerintah menyerahkan kepada Pertamina untuk menggandeng mitra dalam mengelola blok-blok tersebut. "Eksisting yang berminat bisa negosiasi dengan Pertamina secara business to business (b2b),” ujar Amien. Ia pun menekankan, tidak ada arahan atau kewajiban bagi Pertamina untuk menggandeng mitra eksisting (yang sekarang) maupun mitra baru.

Namun, Pertamina tetap diwajibkan menawarkan hak kelola 10% di masing-masing blok itu ke pemerintah daerah. Hal ini mengacu Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2016 tentang ketentuan penawaran hak kelola atau  participating interest (PI) 10% pada wilayah kerja minyak dan gas bumi (migas).

Dalam mendapatkan hak kelola itu, pemerintah daerah mendapatkan kemudahan dengan tidak perlu mengeluarkan dana untuk mendapatkan hak kelola itu. “Setelah tahun berjalan, bisa dicicil dengan sebagian net share yang diperolehnya,” kata Amien.

Sementara itu, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan penandatangan kontrak delapan blok dilakukan pekan ini. “Yang delapan blok migas itu, seluruhnya diteken Jumat ini,” ujar dia.

Adapun, skema kontrak yang digunakan pada delapan blok migas itu nantinya adalah skema baru gross split. "Ini akan menambah jumlah blok migas yang sudah memakai skema tersebut," kata Amien.

Di tempat terpisah, Sekretaris Perusahaan Pertamina Syahrial Mukhtar mengaku belum mengetahui keputusan pemerintah tersebut. “Secara resmi kami belum terima soal (pemberian hak kelola delapan blok migas) 100 persen itu,” ujar dia.

Adapun, per 31 Desember 2017, total produksi siap jual (lifting) migas di delapan blok mencapai 123.778 BOEPD. Perinciannya lifting minyak 68,6 ribu barel per hari (bph). Sedangkan lifting gas 306 MMCFD.

(Baca: Komitmen Investasi 8 Blok Migas Selama 3 Tahun Pertama Rp 7,6 Triliun)

Dari delapan blok itu, pemerintah mendapatkan bagian US$ 885,7 juta. Sementara itu, kontraktor yang mengelola blok itu mendapatkan US$ 198,4 juta.